Wednesday, September 06, 2006

Relax lagi, nerusin jalan-jalan

Pukhet

Hari berikutnya setelah Singapura dan Malaysia lanjut ke Pukhet di Thailand selatan. Dari Penang makan waktu sekitar 14 jam, tapi karena berangkatnya malam, jadi bisa tidur.
Mendarat di Pukhet pagi sekitar jam 08.00. Kapal nggak merapat di pantai, tapi agak ditengah karena pantainya dangkal. Aku lihat, tanahnya itu putih, dimana-mana kelihatan putih. Belum lagi bangunannya yang hampir semuanya dicat putih, kalau siang bolong silau kali.

Hal yang bikin aku kaget adalah, begitu turun dari kapal, naik bis, jarak 300 meter keluar dari pelabuhan, eh... ada masjid! Rupanya lebih dari 50 % penduduk Pukhet adalah muslim. Disepanjang perjalanan ke Phang Ngha Bay, terdapat penunjuk yang menggambarkan ada mesjid. Alhamdulillah, melihat Islam di negeri Thailand aku bersyukur. Namun kabarnya muslim disini dianggap warga negara kelas dua, sulit untuk menjadi pegawai negeri.

Masuk kota Pukhet, bis kita ada masalah. Bisnya nyerempet mobil pick up, jadi tertahan lama. Kayaknya nggak ada pungli deh, urusan resmi tapi bertele-tele, kita jadi rugi waktu keambil nongkrong di tepi jalan. Polisi datang, membuat foto kejadian (sebelum polisi datang, mobil dibiarkan seperti apa adanya yang menggencet mobil pick up). Kira-kira makan waktu 2 jam, baru kita bisa jalan, bisnya diganti.
Suasana kotanya bener-bener mirip dengan kota kecil kita semisal Bekasi. Ada toko-toko berjajar, ada tukang roti nongkrong. Yang geli, ada gerombolan Ojek, kayak di tanah air! Tapi teratur, nggak saling jegal ambil penumpang. Tukang ojeknya berseragam. Dalam perjalanan ke Phang Ngha Bay, suatu tempat rekreasi di laut arah selatan dari Pukhet, begitu lewat jalan umum dan lewat perkampungan, 100 % kayak lagi mau ke Jawa dari Jakarta. Rumah-rumah, halamannya yang numpuk segala ada, jemuran, wah mirip banget deh, jadi kayak bukan di Thailand.
Jalan keluar kotanya bagus seperti jalan toll, bersih dan terawat nggak kayak di kita (urusan kebersihan kita kalah melulu ya?). Jalan di Thailand sama seperti di kita, sebelah kiri. Disana banyak sekali mobil-mobil bikinan lokal mereka yang juga diexport ke Indonesia seperti Toyota Soluna dan Vios. Ada juga Avanza buatan sini yang diexport kesana. Waktu itu kita melalui beberapa kota kecil lagi. Bener-bener mirip di tanah air, ada iring-iringan cukup banyak mengarak anak kecil yang didandanin, kemudia iring-iringan itu masuk ke tempat ibadah agama , wihara (aku jadi ingat kalau iring-iringan itu di Sumedang adalah iring-iringan pengantin sunat). Geser sedikit kedepannya, kita tertahan lagi dengan iring-iringan orang-orang dewasa. Sama pake baju dengan atribut-atribut macam-macam (ini kayak kita arak-arakan 17 san)

Sampai di Phang Ngha Bay, kita turun. Ternyata kita akan dibawa ke laut dengan memakai kapal layar yang terkenal dengan sebutan tuktuk, sejenis kapal tradisional yang dibuat dari kayu yang diberi atap dengan pendorongnya adalah mesin mobil diesel!. Kita akan dibawa ke pulau-pulau kecil di laut Phang Ngha Bay. Sebetulnya tidak cocok kalau dikatakan pulau karena itu hanya blok-blok batu yang menyembul keluar dari laut dengan ketinggian yang rasanya sulit kalau ada manusia buat rumah diatasnya, cukup curam. Menurut guide, dari sekian banyak pulau pulau kecil, hanya ada empat pulau yang dihuni manusianya, salah satunya yang akan kita kunjungi.
Setelah melewati hutan bakau yang lebat, sampailah kita di pulau tersebut. To my surprise, ternyata penduduk pulau ini 100 % muslim! Diperkampungan itu ada masjid, satu masjid. Konon kabarnya penduduk ini dahulunya, ratusan tahun yang lalu, datang dari pulau Jawa, mangkanya dalam mata pelajarannya ada pelajaran bahasa Jawa. Lucu ya? Semua guru-gurunya adalah lokal penduduk kampung tersebut (penduduk kampung tersebut kurang lebih katanya 200 KK), satu-satunya guru yang datang dari luar adalah guru bahasa Thailand, yaitu orang asli berdarah Thailand. Biarpun jauh di laut, tapi pulau ini banyak dikunjungi wisatawan, kelihatannya denyut ekonomi warganya banyak digantungkan kepada wisatawan itu tadi. Abis mana bisa bercocok tanam ?
Jangan mengira penduduk ini tinggak diatas pulau! Mereka tinggal di luar pulau, maksudnya di pinggiran pulau batu tadi. Mereka membuat rumah di atas laut (aku jadi berfikir sekarang, saat Tsunami Aceh kemarin kena nggak ya?). Ditengah perkampungan tersebut ternyata dipenuhi pasar, yang dijual adalah, tentu saja souvenir khas Pukhet. Yang menarik, mereka mampu berbicara bahasa Melayu! Aku sempat ngobrol sama seorang ibu-ibu pake bahasa melayu. Katanya dia sudah turun temurun tinggal disitu dan aslinya katanya dari Malaysia. Ada yang bikin geli waktu itu, aku beli cendera mata, begitu sampai di Jakarta pecah…Mana belinya kemahalan lagi! Sebenernya aku sendiri yang salah. Saat belanja, uang ringgit Malaysia bercampur sama Thai Baht, sementara uang Malaysia jauh lebih bernilai ketimbang Baht. Kalau tidak salah 1 ringgit sama dengan 200 Baht. Nah saat bayar cindera mata tersebut aku bayar pake ringgit Malaysia. Tentu saja aku rugi dan dia seneng! Baru sadar setelah tiba lagi di darat.
Terdapat banyak pulau-pulau kecil, tapi memang tidak disinggahi karena tidak ada yang dapat dilihat. Akhirnya kami dibawa ke suatu pulau lagi yang ada guhanya, katanya pulau ini adalah lokasi dimana waktu film James Bond 007 dulu dibuat (Tomorrow never dies), aku difoto-foto disitu.

Sebelum balik ke Pukhet, ada acara jamuan makan seluruh penumpang kapal yang turun di Pukhet. Makannya disediakan di hotel kelas melati mungkin ya. Berdiri di pinggir laut. Saat nunggu makan, aku jalan-jalan keliling hotel. Di Front office-nya hotel, ada stand yang jual cindera mata juga, karena aku lihat dia berjilbab maka aku tanya (pake bahasa Inggris) dimana mesjid. Dia bilang, mesjid disini nggak ada, dia shalat disitu saja katanya. Terus dia bilang, pada mau makan? Aku jawab iya, hati-hati katanya, makanannya nggak halal, ada babinya. Wow…. Untung ada yang ngasih tahu. Ujung-ujungnya aku cuman makan nasi sama nanas! Heu…heu…, jauh-jauh datang dari Jakarta, makan cuman sama nenas doang. Yang lain kulihat makan nya pada lahap banget, cape sih abis keliling. Kupikir, si penjaga stand tadi mungkin warga pulau yang abru saja aku kunjungi, masalahnya dia berjilbab.

Pulang dari Phang Ngha Bay, kita diajak ke galeri tempat mengerjakan berlian, tempatnya luas karena disamping mengerjakan berlian tersebut, juga sebagai show room. Biasa, kita disuruh belanja kali. Disini aku beli cendera mata kecil-kecil, kerajinan tangan khas Thailand. Bisa ditebak lah, pasti kerajinan tangannya banyak yang berbentuk gajah. Ya betul, aku beli gajah-gajahan kecil, perahu-perahuan dll.

Di Pukhet ini, kalau aku jalan sendiri dan tersesat, bakalan repot bin susah. Kenapa? Karena disini tidak ada penunjuk jalan (khusunya bagi turis), yang ada penunjuk jalan itu atau pengumuman-pengumunan seluruhnya pake bahasa lokal yang tulisannya kayak huruf jawa kuno. Gelap deh jadinya. Cuma enaknya kotanya, sampai ke kota kecilpun beresih, asri.
Lagi di Pukhet ini, tahu-tahu HP ku berdering, aku kaget, ada yang kenal aku di Thailand?. Kulihat nama callernya nggak muncul, ya memang ini kan negara orang, providernya lain. Waktu aku jawab, eh ternyata Ade Heri (keponakanku), dia ngasih tahu arisan minggu besok di rumahnya siapa gitu, aku lupa. “De aku nggak bisa dateng, aku lagi di luar nih. Salam aja yah”

Dari Pukhet ini, pulangnya langsung ke Singapore tanpa berenti lagi di Malaysia. Ada hal menarik ketika berlayar pake “Star Virgo” ini. Karena perjalannya menyusur pantai timur semenanjung Malaysia, kadang-kadang provider selulerku “Telkomsel” muncul, kalau muncul, tanpa aku sia-siakan, aku langsung sms ke Jakarta, lumayan kan jadi murah ketimbang sms pake provider Malaysia atau Thailand.
Sesampai di Singapura, aku malas jalan-jalan. Kotanya kecil nggak ada apa2nya. Besok harinya terbang ke Jakarta

Monday, September 04, 2006

Nyeri suku

Assalamu’alaikum,

Masih emut kana posting sim kuring anu awal agustus kalangkung? Sim kuring kan ngabewarakeun rehna sim kuring tos sae deui, Alhamdulillah.

Saleresna, panyawat sim kuring teh dina sampeyan, suku upami bahasa sadidinten teh. Mimitina mah sampeyan kenca, ujug-ujug bareuh dina tonggongna teh, palebah 2 cm luhureun cingir sampeyan. Basa lalandong harita, dokterna teh bingung cenah, kunaon ieu? Walhasil si dokterna teh teu terangeun, kunaon sampeyan kuring teh. Nya, dipasihan obat anti nyeri bae nya cenah. Kuring mah daek bae, anu poko mah kan cageur.

Sabaraha poe kalangkung, aya 3 poe kuring teu ka kantor, tapi Alhamdulillaah, suku teh cenghar deui, kuring teh posting di blog, tos cageur deui!

Eh…. Saminggon kalangkung, eta panyakit teh pindah kana suku anu katuhu! Ayeuna nyengcle bae di luhureun jempol katuhu. Waduh…. Nyeri kacida, jalan oge ti kamar ka meja bade dahar, teu dugi…
Anu ieu mah rada lucu, ieu mah mani tilu kali bolak balik ka dokter. Untung aya anu mayar, da sakali ka dokter the mani tilu atawa opat ratus rebu kitu. Tetep bae panyakit the anteng…

Nah, basa mindo panyakit ieu, ayeuna dina jempol suku katuhu. Dokterna teh sasauran, ieu rematik. Tos atuh dipasihan obat rematik sareng anti biotik. Mendingan atuh eta bareuh teh kempes, lumayan tiasa ka kantor. Ari seep obat anti biotik, naha bet bareuh deui? Ka dokter deui. Gantos dokter, ari anu ieu, asam urat cenah! Wah, teu puguh, gantos dokter geuning gantos penyakit? Ari diraraos teh, saban seep obat anti biotik, teras karugrag deui. Ah ieu mah panyakitna can kapanggih yeuh... ayeuna teh keur bareuh deui, margina, obat anti biotik tos seep....

Insya ALAH, ke dinten rebo mah bade ka dokter khusus tulang, raraosan teh sigana ieu mah panyaki tulang.

Du’akeu nya?
Catetan : ih, mani hese pisan sasauran sunda, tos lami direumbeuy ku bahasa Indonesia. Ieu oge meureun aya 40 % di edit deui, seueur reumbeuyannana...