Wednesday, December 30, 2009

Tahun baru di jalan

Besok, tahun baru 1 Januari 2009, sekeluarga berencana pergi keluar kota, Klaten – Jawa Tengah, to see my wife’s elder sister there. She is now terbaring sudah beberapa minggu ini, kondisinya sudah menghawatirkan. Beliau ini bak kakakku sendiri, kalau datang ke rumah di Bekasi, selalu bicara dengannya soal agama. Satu lagi yang sering dia katakan: “saya sudah menganggap ibunya Dik Dudung itu seperti ibu saya sendiri, banyak hal yang saya dapatkan tentang kehidupan dari beliau” katanya. “Wirid-wirid, sikap beliau yang sudah seperti orang yang sudah kenal lama dan kehangatan yang ditunjukan tanpa dibuat-buat, itu yang membuat saya merasa dekat” katanya lagi.

Jadilah kita mungkin bertahun baru dijalan, rencananya berangkat berempat, mampir dulu di Jatibarang menjemput Mrs Sudarmanto. Hope, jalan yang akan dilalui tidak seperti saat mau lebaran sehingga bisa sampai di Klaten tanpa kecegat macet yang menjengkelkan. Sama seperti mau lebaran kemarin, route yang akan ditempuh adalah, Bekasi – Jatibarang – Prupuk – Purwokerto – Gombong – Kebumen – Jogja – Klaten. Panjang juga ya ? Mudah-mudahan lancar tak kurang suatu apa….. Pulangnya juga pingin kayak waktu lebaran kemarin : Klaten – Jogja – Purworejo – Kebumen – Wangon – Banjar – Ciamis, karena aku lagi ingat ibu terus, aku mau minta maaf di makamnya. Stop disini, nyekar, baru lanjut lagi ke Bekasi. Kita rencananya jalan beriringan lagi persis seperti saat lebaran.

Siang ini, kendaraan service dulu sebelum jalan jauh yang memang sudah waktunya service 70,000 km, tapi sayang, service sudah tak mungkin kalau belum booking sebelumnya, katanya lagi, hari ini adalah hari terakhir buka tahun 2009, buka lagi tgl 4/01/10, jadi cuman ganti oli saja.

Tahun baru dijalan kayaknya kali yang kedua nih, dulu pernah saat persis mau Idul Adha, 2 atau 3 tahun lalu, kita mau ke Ciamis motong sapi disana...

OK, siap-siap ……

Monday, December 28, 2009

Ibu.............

Tiba-tiba ingat ibu…..

Terbayang sosok beliau, duduknya, jalannya, bicaranya…… Semuanya sangat menyentuh, beliau dimataku sangat-sangat lembut. Tak pernah seingatku dia marah yang membuat aku takut. Dia sosok yang mendekati sempurna bagiku sebagai seorang ibu yang ideal. Dengan anak 9 orang dengan rata-rata jarak 2 tahun, bisa dibayangkan betapa sulitnya mengelola anak-anak yang banyak itu. Namun, sebagai seorang ibu yang masih sangat muda, ibu konon menikah di usia yang sangat dini, mengurus banyak anak dilakonin dengan mulus. Belum lagi saat itu adalah saat-saat sulit, baik dari sisi Negara maupun dari sisi internal keluarga. Ayahku sempat dijadikan warga Negara kelas dua di keluarganya, sementara adik laki-lakinya berstatus sangat berlawanan dengan posisi ayah. Mencoba usaha apapun baginya selalu sulit untuk berkembang karena sulit sekali mendapat bantuan dari ayahnya, apalagi bantuan dalam bentuk dana, sepertinya hal itu jauh panggang dari api…..

Namun walau demikian, sebagai seorang ayah yang memiliki tanggung jawab yang besar terhadap keluarga, ayah tak pernah berputus asa untuk menghidupi keluarga. Semua kesempatan beliau coba dengan segenap kemampuannya, namun bila terbentur dengan masalah dana, kembali beliau menyerah karena tidak ada dukungan ayahnya walaupun dari sisi financial, ayahnya mampu memenuhi keperluan modal yang dibutuhkan ayah. Lucunya, saat ayah mulai berhasil bisnis minyak kelapa, saat beliau berusaha untuk mencari supplier kelapa di kampung dekat kakek berbisnis yang sama, kakek tersebut berkonspirasi dengan adik ayah untuk memboikot seluruh pemilik pohon kelapa, jangan menjual kelapa kepada ayahku….

Upaya terakhir ayah adalah merantau ke Jakarta untuk mencari peruntungan. Alhamdulillah, ALLAH mentakdirkan ayah mencari nafkah di Jakarta. Beliau menjadi tentara, KMKB nama kesatuannya waktu itu, entah apa artinya, sampai sekarangpun aku juga nggak tahu. Kuingat waktu kecil dulu saat aku tinggal di Gang Gumbira Dua (daerah sekitar Manggarai, belakang Bappenas sekarang), ayah kadang pulang membawa motor gede, motor Harley Davidson. Huh, bukan main aku takutnya…
Setiap ada anak baru lahir, anak yang diatasnya dikirim ke kampung untuk tinggal dengan nenek dari ibu, dan aku bersama adik perempuanku adalah generasi terakhir yang tinggal bersama ayah sampai ayah pensiun.

Di tempat inilah ayah berkarir sampai masa pensiunnya. Karena pangkat ayah tidak terlalu tinggi, usia 45 ayah telah pensiun. Alhamdulillah, walaupun demikian, saat ayah pensiun ayah baru saja selesai membangun rumah di kampung ibuku, sehingga saat pensiun tiba kami pulang ke rumah baru tersebut.

Dimasa-masa sulit tersebut itulah, ibu yang masih sangat belia harus berjuang membesarkan anak-anaknya ditengah penghasilan ayah yang tidak terlalu besar. Rumah tinggal waktu itu adalah rumah kontrakan bedeng yang berjejer sekitar 6 rumah. Rumah tersebut dindingnya terbuat dari anyaman bambu dan usia anyaman tersebut sudah cukup sepuh sehingga dibeberapa tempat halaman belakang terlihat cukup jelas dari bolongan tersebut. Belum lagi WC-nya yang hanya satu buat dipake rame-rame. Konyolnya, WC tersebut hanya galian tanah seperti sumur kemudian diatasnya hanya diberi balok kayu berjejer untuk nongkrong, atasnya tidak ditutup sehingga kita bisa lihat tumpukan pisang dibawahnya…. Bisa dibayangkan, bagaimana bau dan banyaknya lalat ijo disana…

Tidak terbayang sedikitpun bagaimana sulitnya ibu bertahan hidup di daerah yang asing tanpa ada kerabat dekat. Namun itulah ibuku, beliau sosok yang senantiasa menjadi idola, namun rasanya bukan hanya idola bagiku semata, namun juga bagi 8 orang saudara kandungku. Kuingat, betapa beliau itu mengajari kami dengan lembut, dengan sayang bahkan kadang berlaku seperti teman. Harap diingat, ini jaman dulu, jamannya hubungan anak-ortu tidak seperti saat ini, tapi nampaknya beliau telah mempraktekannya sejak dulu. Sangat monumental….

Dalam hal hubungan antar anak, ibu senantiasa selalu mengingatkan kami untuk akur, tidak saling cakar dan harus menjaga perasaan masing-masing. Juga ajaran beliau tentang melaksanakan perintah-perintah agama, entah bagaimana sampai sekarang aku tak pernah merasa paksaan yang kuat untuk itu walaupun hasilnya saat ini, ke 9 anaknya Alhamdulillah sebagai manusia-manusia yang taat agama.

Dari kondisi yang diciptakan ibu, manfaatnya yang besar sangat dirasakan sampai hari ini. Hubungan diantara kami bersembilan sangatlah erat, sangat dekat dan sangat hangat. Betapa tidak, dari 9 anak yang dilahirkannya, keseluruhannya – ya keseluruhannya memiliki rasa silaturrahim yang baik diantara mereka. Rukun, saling mengunjungi, saling mendo’akan dan saling mengingatkan. Sungguh terasa pengaruh didikan beliau sampai saat sekarang, hanya saja aku agak sedikit kecewa pada diriku yang tak mampu mendidik sebagaimana beliau mendidik aku….

Dari 9 anak yang dilahirkan ibu, 7 diantaranya adalah wanita dan hanya 2 orang yang pria dan aku termasuk golongan yang kedua. Kagumnya aku sama cara ibu mendidik, beliau mendidik ke 9 anaknya “kageroh” semuanya tanpa ada yang luput. Ke 9 anak-anaknya merasa terperhatikan, tak ada yang diistimewakan satupun sehingga karenanya tak ada saling iri. Ke”kageroh”an tersebut terbukti dengan hasilnya saat ini, kesemuanya merasa menjadi satu, satu kesatuan yang terikat erat dengan silaturrahim diantara saudara, sampai-sampai ada tetangga ibu yang mengatakan bahwa ibu menjadi inspirator beliau dalam mendidik anak anaknya. Menurut dia, ibu sangat istimewa, walaupun anaknya banyak, tapi tidak anak yang “nyaliwang” hiji oge.

Waktu anak yang ke 9 lahir, usia ibu masih sangat muda, mungkin baru anak ke 2 atau ke 3 bagi ibu-ibu Jakarta saat ini, masih sangat produktif. Sembilan, bayangkan, sementara yang lainnya masih kecil-kecil.
Yang aku sangat salut dibarengi rasa terharu sekarang, saat ayah pensiun dari tentara, ibu langsung menjadi teramat perkasa. Tanggung jawab membesarkan anak-anaknya mungkin menjadi terasa pindah kepundaknya seiring dengan pensiunnya ayah. Ibu sering subuh-subuh sudah berangkat ke Ajibarang untuk mencari barang dagangan untuk dijual lagi, itu dilakukan sendiri, sendiri, bener bener sendiri. Jaman baheula lagi, bukan jaman kiwari yang berbagai fasilitas kemudahan mudah didapat.
Ibu, maafkan kami yang belum bisa membantu waktu itu. Dan hebatnya, ibu tak pernah mengeluh atau marah-marah!

Belum lagi usaha ibu dalam menambah penghasilan lainnya, yaitu membuat kecap. Kuingat sekarang, ternyata membuat kecap itu bukan pekerjaan gampang, kekuatan fisik sangat dibutuhkan disini. Yang membuat aku trenyuh, ternyata itu dibuatnya malam hari karena saat pagi menyingsing, para penjual keliling kecapnya telah datang untuk membawa jualannya keliling dari kampung ke kampung. Sama siapa ibu bikinnya pekerjaan berat itu ? Lagi-lagi sendiri…. Ibu, betapa mulianya dirimu bagiku…………

Ada cerita yang menyayat sebelumnya, tatkala ibu dalam keadaan mengandung, aku nggak tahu mengandung siapa. Saat itu masih belum merantau ke Jakarta dan ayah memiliki usaha bikin minyak goreng, minyak “keletik” yang produk sampingannya berupa “galendo”. Itu yang aku ceritakan diatas, saat usahanya mulai berkembang dan sangat membutuhkan modal, boro-boro dapat bantuan modal, seluruh pemilik pohon kelapa dekat rumah kakek malah dibujuk jangan jual kelapa kepada ayahku. Duh….
Nah, untuk sampai menghasilkan minyak “keletik”, kelapa-kelapa itu harus diparut terlebih dahulu. Kita tahu kan bagaimana teknologi jaman dulu ? Serba manual, serba butuh tenaga. Ibuku tersayang, ibuku yang sedang mengandung itu harus melakukan pemarutan itu sampai tuntas seluruh kelapa yang akan dibuat minyak keletik tersebut. Lagi-lagi dilaksanakannya itu malam hari, sampai larut malam dan lagi-lagi tugas itu dikerjakan hanya oleh beliau sendiri. Ibu………
Ayah nggak bantuin ? Kata ibu, ayah juga letih setelah seharian keliling, jadi sebagai pendamping ayah, ibu melaksanakan “kewajiban” membantu suami mencari nafkah, harus dengan ikhlas walaupun saat itu ibu lagi hamil.

Saat ibu sudah usia 40 an, aku waktu itu sudah SLA. Beliau aktif di pengajian ibu-ibu bahkan jadi salah seorang ustadzah yang cukup digemari. Beliau juga sering dan bahkan punya jadual rutin mengisi acara di radio daerah, Sturada waktu itu namanya, studio radio daerah. Wah, kalau sekarang rasanya ibu bisa tampil seperti Mamah Dedeh tuh di TV….
Ibu ternyata punya kharisma tersendiri di lingkungannya, beliau itu sangat dihormati oleh para tetangga, akupun merasakan efeknya karenanya. Semua anak ibu dipanggil dengan sebutan atau predikat “Neng” bagi yang perempuan dan “Cep” bagi yang laki-laki dan itu masih berlanjut sampai sekarang walaupun ibu sudah tiada.
Keberadaan ibu dalam kelompok pangajian itu sangat tertancap kuat dibenak para audience-nya atau para muridnya. Jika seandainya ibu berhalangan hadir untuk menjadi pembicara, para ibu-ibu tersebut suka kecewa walaupun sebagai penggantinya adalah adik ibu sendiri.
Kegiatan ibu dalam pengajian itu, mengantarkan ibu menjadi tokoh Muslimat NU tingkat Kabupaten, terakhir beliau adalah salah seorang pengurus inti di organisasi tersebut.

Kecintaan para murid pengajian ibu pada beliau tergambar saat ibu wafat, takziah para ibu-ibu yang sedih, baik yang dekat maupun yang jauh seakan tak pernah berhenti mengalir. Jumlah pengantar jenazah ibu sunguh sangat mengharukan, jalanan didepan rumah yang cukup lebar hampir membuat jalan tertuup total karenanya. Aku suka menyamakan kiprah ibu dengan sebuah pepatah, Ibu telah memetik panen atas semai yang telah beliau tebar!

Ibu, maafkan kami yang belum sempat membalas jasamu yang segunung, yang tak mungkin kami dapat membalasnya….
Selamat jalan ibu, semoga senantiasa engkau ada dalam rahmatNya dan Insya ALLAH dimasukanNYA kedalam SyurgaNYA. Ya ALLAH, kasihanilah kedua orang tua kami sebagaimana mereka menyayangi kami sewaktu kami masih kecil. Amin…..

Saturday, December 26, 2009

ANAK

Anak adalah titipan ALLAH kepada kedua orang tuanya. Setiap pasangan suami istri (pasutri), baik yang baru menikah maupun yang sudah lama menikah, senantiasa selalu berdo’a agar diberi keturunan, utamanya yang sholeh dan solehah, berbakti kepada orang tua dan menjadi kebanggaan keluarga. ALLAH menjawab do’a tersebut dengan memberinya keturunan. Yang DIA minta adalah, didiklah anak tersebut agar dia menjadi manusia yang pandai berbakti kepadaNYA, karena pada prinsipnya manusia dilahirkan dalam keadaan suci bersih, seperti kain putih yang belum ada noda sedikitpun, menjadi tanggung jawab kedua orang tuanyalah apakah anak ini akan menjadi Majusi, Nasrani atau Yahudi (al Hadits).

ALLAH memberi manusia kebebasan mutlak untuk memilih, mau jadi manusia yang baik atau sebaliknya. Kebebasan memilih itu tentunya dibarengi dengan tanggung jawab yang tegas : “tanggung sendiri akibatnya”. Pilihannya benar menurut aturan agama yang dibawa Nabi Muhammad, jurusannya adalah jalan yang lurus menuju syurgaNYA, sebaliknya, bila pilihannya berseberangan, hasilnya adalah jalan yang berliku dan muaranya adalah Neraka Jahannam.

Posisi orang tua disini sangat sentral dan berat. Betapa tidak, setelah dikabulkan do’anya untuk memiliki keturunan, haruslah kedua orang tua tersebut juga memikul tangung jawab atas titipan dariNYA, karena sesungguhnya anak itu adalah titipan. Itulah tadi bahwa, kedua orang tua harus mendidik dan membimbingnya agar sesuai dengan ketentuan agama ALLAH, konseksuensi yang akan didapat kelak adalah 2 kemungkinan, baik atau buruk. Kemungkinan baik, tentu inilah yang diharapkan, tidak saja didunia tapipun di akhirat kelak. Di dunia, orang tua akan merasa hidup tenang melihat anak-anaknya tumbuh sesuai harapan malah di akhirat bisa menolong kondisinya bila ternyata kedua oranf tersebut bertakdir buruk. Sebaliknya, kemungkinan buruk hasil pendidikan buruk akan menuai badai sejak anak tersebut lahir, didunia nyusahin apalagi dk akhirat kelak, bahkan bisa menyeret kedua orang tua tersebut kedalam neraka jahannam walaupun sesungguhnya keduanya telah ditakdirkan masuk Syurga! Atau sebaliknya, anaknya masuk Syurga dan kedua orangtuanya masuk Neraka, repotnya anaknyapun tidak bisa menolongnya. Nah, kita sebagai orangtua harus ingat ini…..

Banyak kita orang tua menyayangi mereka dengan cara yang kurang tepat atau bahkan salah. Kesalahan kecil bisa berakibat fatal bila hal itu berulang dan akhirnya jadi kebiasaan. Contoh kecil, terkadang orang tua suka membiarkan anaknya dibiarkan lalai mengerjakan sholat atau tidak menjalankan puasa wajib Ramadhan, alasannya, biarin lah dia masih kecil, padahal sianak sudah kelas 4 atau 5 SD. Ini adalah tindakan kasih sayang yang salah. Seharusnya justru sejak kecil-lah latihan itu dibiasakan sehingga kalau sudah dewasa, hal itu akan menjadi biasa. Rasulullah dalam salah satu haditsnya bersabda bahwa mengajari anak kalau sudah besar sama halnya seperti menulis diatas air, tidak ada bekasnya, sedangkan mengajari anak sewaktu masih kecil ibarat menulis dibatu, ada bekasnya. Sampai-sampai beliau mengatakan bahwa, pukullah (dengan pukulan yang tidak menyakitkan) anak itu kalau di usia 7 tahun tidak mau
mengerjakan sholat!

Sebagai orang tua, kita harus sudah siap memikul tanggung jawab itu sejak kita berdo’a untuk diberi keturunan. ALLAH penuh kasih sayang, DIA senantiasa mengucurkan rahmat dan nikmatnya tanpa henti kepada makhluk yang bernama manusia. Bayangkan, kita diberi otak untuk berfikir, mata untuk melihat, hidung untuk mencium, mulut untuk makan dan bicara, tangan, kaki, perasaan dan masih ribuan bahkan jutaan nikmat yang kita tak akan mampu menghitungnya, semuanya gratis!!. Kata ALLAH dalam firmannya, bila air dari 7 samudra ini ditambah dengan 7 samudra lain sebagai tambahan untuk sebagai bahan tinta dan kayu pohon-pohonan sebagai penanya untuk menulis rahmat dan nikmat ALLAH, itu tak akan cukup! Maka nikmat ALLAH mana lagi yang akan manusia dustakan ?

Menanam secara baik dan benar, akan memanen dengan hasil yang baik. Menanam dengan cara yang salah dan buruk, panennya sudah dapat ditebak akan jadi apa hasilnya. Itulah hukum sebab akibat dan itulah sunnatulah. Perbuatan kita, baik atau buruk, seluruhnya akan berbalik kepada kita sendiri.

Baik buruknya suatu bangsa berawal dari lingkungan yang baik dan lingkungan yang baik berawal keluarga yang baik. Keluarga yang baik, tidak disangsikan lagi berawal dari didikan yang baik. Parameter didikan yang baik ? Tentu saja sesuai dengan tuntunan agama karena arsitek tuntunan agama adalah DIA sang pemilik kehidupan!
Tapi sungguh, untuk sampai kesitu koq sulit ya? Diperlukan sejuta kesabaran dan sejuta lebih lagi kesabaran. Jadi suka berfikir, bagaimana dulu orang tua kita mengurus kita, padahal jaman dulu para orang tua itu anaknya banyak sekali ? Terima kasih yang Ibu, Ayah yang selama ini telah mendidik kita semua sehingga kita menjadi seperti sekarang ini. Ya ALAH, sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangi kita selagi kita masih kecil. Amin…..

Tuesday, December 22, 2009

Lain padang lain belalang

Bro, baru kusadari bahwa judul diatas adalah benar semata, maksudnya benar-benar cocok bagi kehidupan. Lain padang lain belalang, lain tempat lain adat, lain kondisi lain reaksi.
Terusin lagi, lain usia lain dunia, lain orang lain karakter.
Masih ada, lain generasi lain zaman dan lain keluarga lain masalah.

ALLAH sudah mentakdirkan bahwa manusia disemua waktu, dari detik ke detik, dari jam ke jam, dari hari kehari dan seterusnya selalu diberi cobaan, untuk mendewasakan. Kadar cobaan yang DIA berikan kepada kita berbeda-beda tergantung iman, kekuatan baik fisik maupun mental dan tergantung lainnya lagi. DIA tidak akan mencoba seseorang diluar kemampuannya (diakhir surat al Baqoroh), tentunya DIA juga tahu kemampuan setiap makhluk yang diciptakanNya. Konon, tambah kita beriman, tambah besar DIA memberi cobaan kita. Tapi tentunya tidak ada alasan bagi kita “mengurangi” kadar iman kita agar cobaan berat menyingkir dari kita. Kita justru harus mempersenjatai kita dengan ilmu, bukan ilmu kudu, tapi ilmu beneran yang datangnya juga dari DIA. Setiap seseorang mendapat cobaan, keluarga - teman – kerabat biasanya selalu mengatakan : “yang sabar ya…”.
Nah itulah senjata kita, sabar! Repotnya, kata-kata sabar itu sangat mudah diucapkan namun sangat berat diaplikasikan. Coba deh…..

Menjadi rada sedikit paradox, eh bener nggak ini istilah aku sisipkan, bila cobaan yang membuat kita sedih, susah dan “negative” lainnya, itu yang biasanya kita mengatakan atau menyatakan kalau kita sedang kena musibah atau kita sedang dicoba, padahal cobaan DIA berupa kenikmatan dunia itu juga adalah cobaan? Umumnya kita baru dibuat sadar atas kekurangan atau kesalahan kita pada saat kita diberi cobaan yang “buruk”, namun kita justru malah jadi “melupakan” DIA saat kita dicoba dengan kenikmatan. Jadi, cobaan berupa kesulitan lebih berhasil daripada cobaan kenikmatan, maksudnya berhasil mengingatkan……

Lain padang lain belalang…….
Maksud judul tersebut adalah hanya sekedar mengingatkan diriku akan perbedaan kondisi setiap segala sesuatu. Suatu kondisi cobaan yang hampir 100 % mirip akan menghasilkan reaksi yang berbeda diantara manusia. Yang satu memiliki reaksi positif dan mungkin saja yang kedua negatif. Background-lah yang membedakan……….
Sewaktu cobaan buruk datang, sering seseorang menerima simpati dengan kalimat tadi, yang sabar ya… padahal yang mengatakan demikian, bila cobaan tersebut menghampiri dia, belum tentu dengan mudah dia dapat meng-aplikasikan sabar tersebut.

Bro,
Hal itu sudah kualami, memang sulit sekali kita aplikasikan rasa sabar itu, walaupun kita sudah mencoba ulang berkali-kali dengan mengatakan pada diri sendiri, kau harus sabar ! Namun, rasa sabar itu lebih sedikit timbulnya dibanding dengan rasa marah yang timbul sebelum cobaan itu berlalu…..
Sering kita dengar jawaban : ya, saya sudah sabar koq tapi kenapa cobaan tidak juga berlalu ? Tanpa kita sadari, kata-kata itu menandakan bahwa kita belum berhasil membuat diri kita sabar. Betul ? Tapi apakah kita pernah berdoá, Ya ALLAH, segerakanlah cobaan ini berlalu manakala kita dapat cobaan yang nikmat? Hm….

Bro,
Mohon doänya dari semua, saat ini aku merasa bahwa aku juga sedang ada dalam cobaanNya walaupun cobaan tersebut belum besar menurut ukuranku dan mudah-mudahan walaupun tidak besar, cobaan tersebut akan segera diangkat olehNya, aku khawatir sekali diriku tak mampu menjadi orang yang sabar. Ya, tentu saja ini cobaan yang buruk…..

Lain padang lain belalang, lain cobaan lain reaksi. Mudah-mudahan walaupun sulit aku akan menjadi orang yang sabar dan akan menjadi lebih dewasa. Amin…..