Monday, June 05, 2006

Catatan kecil atas wafat ibuku

Catatan saat ibuku tercinta dipanggil olehNYA tanggal 23/3/06 yang lalu. Betapa aku sangat kehilangan atas kepergiannya meskipun sesungguhnya aku telah siap-siap untuk itu (ibuku udah cukup usia saat itu), namun kepergiannya yg mendadak disertai tanpa dapatnya kita (aku dan saudara-saudaraku) berkomunikasi dengannya, mem buat aku cup tersentak.
---------------------------------------------------------------
Sebuah catatan kecil tentang kehidupan orang yang paling aku sayangi, hormati dan kukagumi : IBU

Bismillaahhir rahmaanir rahiim,

Ibu,
Hari ini Senin 20 Maret 2006 telah 4 hari engkau tergolek tak sadarkan diri di RS Jasa Kartini - Tasikmalaya, malahan sejak hari Minggu malam engkau menjadi penghuni ruangan ICU. Ya ALLAH, aku memohon dengan segala kekurangannku di hadapanMU, sayangilah ia ya ALLAH, taqdirkanlah selalu yang terbaik buatnya. Dia ibuku yang telah melahirkanku, berjuang sepenuh hati, ikhlas tanpa keluhan sedikitpun untuk kami anak-anaknya. Belasan tahun, bahkan puluhan tahun dia melakukan hal itu tanpa sedikitpun mengharap balas jasa dari kami anak-anaknya. Ya ALLAH, bila memang kami harus membalas jasa, membalas budi atau apapun namanya untuk membayar – tak mungkin, tak mungkin kami dapat menebus itu semua. Terlalu kecil kami dihadapan ibu untuk membuat balas. Aku tahu memang bahwa itu tak mungkin dapat kami bayar, tak ada sesuatupun di dunia ini milikku, milik saudara-saudaraku bahkan gabungan semuanya (meskipun itu pada hakekatnya adalah milikMU ya ALLAH) dapat membayar lunas hutang itu ke ibu. Namun, atas kemurahan dan rahmatMU, seorang ibu akan merasa bahagia manakala melihat anaka-anaknya menjadi anak yang sholeh dan sholehah dan dekat denganMU. Ya ALLAH, sayangilah ibu kami.. Ya ALLAH, aku berdo’a kapadaMU, jadikanlah kami anak-anaknya manusia-manusia yang berguna seperti yang ibu harapkan agar senantiasa ibu akan tersenyum melihat kami…..
Ibu,
Sampai hari ini aku melihat begitu sempurna engkau sebagai seorang ibu. Siklus hidupmu sebagai seorang manusia yang lahir, tumbuh, dewasa, menikah dan berkeluarga, mengandung anak-anakmu kemudian membesarkan – menjaga – melindungi – membimbing –mengajari - mengarahkan sampai akhirnya seorang demi seorang anak anakmu menikah dan memberikan cucu demi cucu kepadamu, kulihat engkau begitu anggun menjalaninya. Sampai aku bertanya kepada diriku, mampukah aku berbuat anggun seperti engkau ibu ? Bila hati kecilku berbicara, sungguh aku malu padamu ibu, rasanya aku tak mungkin dan tak sanggup berbuat sepertimu ! Ibu, Kami anak-anakmu senantiasa selalu mendo’akanmu siang dan malam. Aku tahu, yakin sekali bahwa, ALLAH, Dzat yang maha sempurna akan memberikan yang terbaik bagimu. Ibu, sabar ya… walaupun engkau sekarang dalam keadan tidak sadar, aku tahu – engkau saat ini sedang merasakan sakit, sakit sekali, namun ibu – sabar ya.. yang tawakal sebagaimana selalu engkau wejangkan kepada kami. Insya ALLAH semua cobaan ini akan dapat ibu lewati dengan senyum ikhlasmu…
Ibu,
Aku ingat sekali ketika aku masih kecil, engkau banting tulang untuk menghidupi, menjaga, mendidik kami dengan tulus. Saat itu ayah sudah pensiun dan ibu langsung terjun ikut mencari nafkah untuk anak-anaknya yang sembilan. Sungguh, bila itu aku ingat sekarang – itu adalah sebuah pengorbanan yang tak ternilai. Pagi-pagi buta (sebelum subuh), engkau telah menyingsingkan lengan baju, pergi naik bis ke jawa tengah untuk mencari barang dagangan, gula merah, beras dan lain-lain. Kemudian engkau juga membuat kecap, minyak goreng dll. Itu semua kau lakukan “sendirian”, kami belum mampu untuk membantu. Aku mendengar cerita dari kakak-kakakku bahwa engkau pernah miskram gara-gara setiap malam, tengah malam, membuat adonan untuk kecap yang sangat berat! Ada lagi yang aku dengar tentang pembuatan minyak goreng, untuk memarut kelapa sekitar 100 biji itu engkau lakukan sendirian di tengah malam, baru ayah kau bangunkan setelah itu selesai. Ibu, betapa mulianya engkau ……
Aku tahu, itu kau lakukan bertahun-tahun dan akupun tahu bahwa itu tidak mudah dan sangat melelahkan walaupun sebenarnya, saat itu sewaktu aku masih anak-anak, aku merasakan bahwa itu biasa-biasa saja, wajar-wajar saja. Baru sekarang inilah aku menyadari, betapa engkau berkorban sedemikian rupa untuk kami ! Ibu, terima kasih……
Ibu,
Aku menulis ini sambil mengucurkan airmata mengingat begitu anggun, ikhlas dan mulianya engkau. Tak dapat aku membayangkan bagaimana jadinya aku, kami anak-anakmu, bila engkau tidak segesit itu ? Akankah kami jadi seperti ini ? Ya ALLAH, sayangilah ibuku sebagaimana ia menyayangi kami sampai kini. Muliakanlah dia ya ALLAH Ibu, Kamis 23-03-06 jam 12.20 siang adalah hari paripurnamu sebagai seorang ibu. Engkau telah kembali dipanggil oleh Rab untuk menghadap kepadaNYA. Seorang hamba yang dikasihiNYA telah dipanggil untuk menghadapNYA. Engkau tentu gembira menyambutnya karena sesuai janjiNYA bahwa barang siapa sewaktu hidup didunia yang dengan ikhlas berpasrah diri, menjalankan seluruh perintahNYA dan menjauhi perkara-perkara yang dilarangaNYA, insya ALLAH orang tersebut akan mendapat tempat yang baik disisiNYA. Ibu, engkau pasti tahu bahwa ALLAH tidak pernah ingkar akan janjiNYA. Itulah sebabnya engkau dengan tulus ikhlas, pasrah dan tawadlu senantiasa selalu mengharap ridha ALLAH. Kini engkau telah damai disisiNYA walaupun masih dalam alam barzah. Engkau telah terlepas dari kepalsuan dunia, kemunafikan dunia, kefana-an dunia dan lain-lain yang kadangkala menyakitkan melihatnya padahal engkau telah berupaya sekuat tenaga melalui majlis pengajian yang engkau pelopori untuk mengajak kembali manusia-manusia kejalan ALLAH…..
Biarlah ibu, upaya keras yang telah engkau jalankan pasrahkanlah kepada DIA yang telah menghidupkanmu dan memberi rizkimu dan pula memberi ilham untukmu… Ibu, Ada pepatah mengatakan, siapa yang menabur dia akan memanen, siapa yang menanam dia akan memetik hasil. Engkau telah membuktikannya ibu, banyak manusia di rumahmu yang menjadi saksi betapa engkau telah membuktikan bahwa engkau pantas untuk menjadi tauladan, baik untuk anak-anakmu maupun untuk lingkungan sekitar bahkan sampai keluar lingkungan. Ibu, aku melihat begitu menyemutnya manusia yang ingin melihatmu untuk terkahir kalinya. Penuh rumahmu, penuh halamanmu, penuh masjid dekat rumahmu untuk menshalatkanmu. Ya ALLAH, terimalah ibuku dengan sebaik-baik penerimaan, sayangilah dia seperti ia menyayangiku dan anak-anaknya yang lain, ampunkanlah segala dosanya, terima semua amal ibadahnya, tempatkanlah ia ditempat yang mulia, lapangkanlah kuburnya dan jadikanlah kuburnya taman syurgaMU. Ibu, Kini engkau telah berbahagia di sisiNYA. Kami senantiasa, anak-anakmu, akan selalu mendo’akanmu, mengingatmu, merindukanmu.. Engkau telah menanam bibit yang baik dan kini engkau telah memetiknya ibu……
Ibu,
Betapa besar peninggalanmu di dunia, dilingkunganmu, disekelilingmu. Betapa banyak manusia yang merasa kehilangan setelah kepergianmu. Itu sebagai bukti bahwa, engkau telah menanam bibit yang baik. Bahkan, oleh sebahagian orang disekelilingmu telah berujar bahwa, engkau adalah tauladan, engkau adalah contoh yang baik. Ibu, Mang Aceng tetanggamu berucap kepada salah seorang anakmu, betapa bahagianya ibumu nak, betapa luhurnya ibumu. Kami disini telah sepakat memproklamirkan bahwa ibumu akan kami jadikan contoh yang baik dalam kehidupan sehari-hari, dalam mendidik anak-anak dan dalam beribadah. Mungkin sesungguhnya mereka ingin mengatakan kepadamu ibu, ternyata contoh teladan untuk itu tak perlu jauh2 mencari, ada didepan mata ! Ibu, terus terang akui ingin mengatakan kepadamu, betapa bahagianya aku ditakdirkan olehNYA menjadi anakmu, menerima pendidikanmu, menerima kasih sayangmu dan tentu saja bimbinganmu. Aku bersyukur untuk itu. Ibu, Aura beningmu menyebar kemana-mana, sangat jauh. Jauh melampaui lingkunganmu. Aku yakin itu adalah hasil dari kedekatanmu kepadaNYA dengan ikhlas. Banyak orang bertanya, sesungguhnya yang dipanggil olehNYA itu siapa, apa sih selama hidupnya koq begitu dipanggil olehNYA sampai sedemikan dihormatnya oleh orang-orang ? Ibu, rumahmu penuh dengan lautan manusia, jenazahmu berebut orang ingin memandikanmu. Jalan depan rumahmu sempat macet panjang sekali. Rombongan yang hendak berta’ziah menyemut tak henti-hentinya. Kenapa bisa demikian ibu ? Itulah panen yang engkau petik dari hasil menanam yang telah kau lakukan. Ibu, Aku tahu, engkau memang telah ditakdirkan demikian olehNYA. Kasih sayangmu, perhatianmu terhadap siapapun, tutur katamu yang lembut, keikhlasanmu yang khas. Itu dirasakan oleh siapapun, bukan hanya oleh anak-anakmu ! Aku yakin, haqul yakin engkau termasuk orang yang HUSNUL KHATIMAH ! Syurga adalah balasanNYA…..
Ibu,
Aku tahu, engkau telah bahagia disisiNYA. Selamat jalan ibu. Selamat jalan ibuku yang sangat kucintai, kusayangi dengan segenap jiwa. Ingin aku jadi sepertimu, tapi aku tak yakin apakah aku bisa ? Ibu, maafkanlah aku, aku tak mampu membalas budimu……
Jakarta, 26 Maret 2006

1 comment:

Herli Salim said...

Ang Dudung...Aang sekeluarga turut mendoakan spy Ua mendapatkan semua yg terbaik sesuai amal kebajikan yg telah Ua lakukan semasa hidup. Amin... Doakan terus, krn doa anak yg saleh dpt sampai kepada orang tua tercinta. Allohumagfirlii wali wali daya warhamhuma kamaa Robbayani shaghira. Amin...