Thursday, June 08, 2006

Pengalaman nun jauh disana ….

Kalau mau cerita tentang penglaman di tanah suci, rasanya nggak akan ada habisnya. Maunya terus, terus n terus... Soalnya apa yang ditulis itu nggak sebanding dengan apa yang dirasakan, tepatnya: tangan ini nggak bisa menggambarkan perasaan yang ada didalam dada dan hati sewaktu kejadian itu terjadi...

Penglaman 1 (ALLAH mengabulkan do’a kita)

Waktu itu aku melaksanakan shalat di Hijir Ismail lebih dulu dari istriku (kita udah janjian sejak di tanah air untuk khusuk beribadah tanpa saling tunggu satu sama lain, kalau nggak sempat jalan bareng, ya jalan sendiri. Ujung-ujungnya memang kita jarang saling ketemu, padahal kamarnya berdampingan...).
Berat memang untuk shalat disana mengingat ratusan ribu orang tumplek disatu tempat pada saat yang bersamaan dan tujuannya juga sama dengan kita yaitu thawaf, sa’i, shalat di Hijir Ismail dan berdoa didepan Multazam dan kalau mungkin mencium Hajar Aswad. Alhamdulillah, walaupun begitu banyak manusia disana dan berdesak-desakan tapi nggak ada yang marah bahkan mau berantem, semuanya khusuk dengan niat dan do’a masing-masing. Ceritanya aku selesai shalat di Hijir Ismail, aku lupa waktu itu siang atau malam, lalu aku cerita ke istriku bahwasanya aku bisa shalat disana. Tentu saja istriku mau juga, akhirnya dia minta diantar untuk shalat disana dan sekalian aku tawarkan ke kakakku juga yang kebetulan pergi hajji bersama. Alhamdulillah suami kakaku itu mau shalat disana, jadilah kami bertiga berangkat. Karena aku diminta mengantar, aku juga jadi niatnya mengantar. Setelah tiba di Haram, sebelum shalat tersebut kami thawaf dulu sambil mengatur strategi jika telah selesai akan langsung masuk kesana. Menjelang akhir thawaf, kami sedikit demi sedikit bergeser ke arah lingkaran dalam supaya saat dekat ke Hijir Ismail kami tidak terlalu sulit untuk mencapainya, tinggal masuk. Tapi ya itu tadi, menyemutnya manusia yang mau ber-shalat disanapun buanyak sekali sehingga karenanya jadi saling dorong. Dengan niat tulus ingin shalat didalamnya, kami terus maju perlahan-lahan dan setelah susah payah akhirnya dapat masuk juga. Beratnya berdesak-desakan sewaktu thawaf dan akan diteruskan dengan shalat di hijir Ismail hilang seketika oleh berhasil masuknya kami kedalam.

Didalam, manusia begitu banyak yang sedang dan akan melaksanakan shalat, sulit sekali rasanya untuk shalat karena ruang untuk shalat dipenuhi manusia. “Mah ayo shalat, saya yang jagain” kataku sambil mencoba membentuk pagar sama kakakku. Istriku langsung melaksanakan shalat, dan katanya tuma’ninah, enak sekali, padahal dia juga sulit untuk shalat secara sempurna seperti kalau shalat dirumah. Jangankan mau rukuk secara sempurna, saat berdiri saja badan kedorong terus sama yang lain. Aku jadi berusaha keras untuk menjaga jangan sampai yang shalat terkena imbas aksi dorong. Begitu istriku selesai, giliran kakaku yang shalat, aku dan istriku yang jaga. Setelah selesai dua-duanya, sambil mengucapkan syukur, kami berlalu keluar Hijir Ismail. Begitu sampai diluar dengan susah payah aku berpikir, kenapa aku nggak sekalian shalat disana ? ALLAHu Akbar, rupanya karena niatku hanya mengantar, ALLAH kabulkan niatku hanya sebatas mengantar saja ! Betul kata orang, disana itu ALLAH membayar kontan apa niat kita, apa mau kita (dan juga apa dosa dan kesalahan kita).

Jadi kesimpulannya, berdo’alah kita dengan do’a yang utuh, penuh dan ikhlas dan ALLAH akan mengabulkan do’a kita sesuai apa yang kita minta. Percayalah, kita wajib yakin dengan do’a kita bahwa ALLAH pasti mengabulkan do’a kita, bahkan ketika kita di Arafah kita berdo’a khusuk untuk minta ampun atas segala dosa, nah kita tidak boleh berprasangka kepadaNYA bahwa do’a kita tidak akan dikabulkan ?
Ada riwayat yang menceritakan tentang do’a ini, waktu itu do’a “sapujagat belum seutuh seperti sekarang, waktu itu hanya “robbanaa aatina fid dunya hasanah”, dan ALLAH mengabulkan kepada yang berdoa sebatas itu saja, artinya hasanahnya hanya di dunia saja!

Pengalaman 2 (Isriku menjadi perkasa)

Lain lagi ceritanya dengan istriku, setelah dia punya pengalaman shalat di Hijir Ismail diapun cerita ke teman sekamarnya bahwa dia telah shalat di hijir Ismail. Kontan yang lain mau juga karena selama ini mereka nggak begitu yakin akan mampu bershalat disana mengingat dari cerita orang-orang yang lalu yang mengatakan bahwa bisa shalat disana itu hampir sulit sekali bagi wanita. Istriku berkata bahwa, sejauh niat kita tulus dan ikhlas, ALLAH akan membantu kita. Singkat cerita, para ibu-ibu minta diantar oleh istriku untuk shalat disana dan dengan senang hati istriku itu bersedia untuk itu. Saat itu siang-siang sehabis shalat dhuhur mereka bersiap untuk shalat di Hijir Ismail dengan kawalan isriku. Karena dia udah tahu caranya, dia praktekan strategi itu untuk mencapai Hijir Ismail. Namanya ibu-ibu, segala sesuatunya selalu dihinggapi rasa khawatir, bisa nggak – bisa nggak, istriku bilang insya ALLAH kita bisa dengan pertolongan ALLAH ! Dengan sigapnya dia bawa ibu-ibu kesana dan dia bersikap seperti seorang pembuka jalan dan pelindung. Setelah bersusah payah, akhirnya dapat juga mereka menyelesaikan shalat disana dan langsung bersyukur. Aku salut pada istriku itu, begitu beraninya dia mengawal ibu-ibu untuk pergi kesana padahal dia sendiri kondisi badannya belum 100 % pulih benar dari operasi myoma uteri beberapa bulan sebelumnya (sebetulnya sebelum berangkat aku sedikit khawatir tentang kondisi dia mengingat baru saja selesai operasi myoma uteri-nya). Nggak tahu bagaimana dia disana tiba-tiba menjadi perkasa sehingga dia dapat julukan baru “hajjah kancil” katanya. Setelah itu, ibu-ibu kalau ingin kemana-mana baik ke Masjidil Haram maupun ke….pasar seng selalu ingin di antar oleh istriku, gesit dan berani katanya. Memang dia itu kalau mau nolong orang suka sungguh sungguh ! Alhamdulillah, rupanya ada hikmahnya disana….

Yang lebih menggembirakan adalah, dia sempat bisa memegang hajar aswad sementara aku malah tidak ! Itu terjadi setelah shalat itu di Hijir Ismail, dia mengajak ibu-ibu untuk terus sekalian mencium Hajar Aswad. Tapi karena jutaan manusia berdesakan disana, dia hanya bisa menyentuh sementara ibu-ibu yang lain terlempar dari barisan. Benar benar perkasa dia

Itulah, niat yang ikhlas dan semangat yang keukeuh, akhirnya dia mampu mencapai keinginannya. Ini di rumah ALLAH di Makkah !


Pengalaman 3 (Cara ALLAH mengabulkan doa dan “teguran” sekaligus ?)

Aku satu kamar dengan sorang bapak pensiunan dan istrinya sekamar dengan istriku. Dua-duanya dari Surabaya (tapi ikut rombonganku dari jakarta) dan dua-duanya senang jalan, apalagi istrinya… Lucu sih penampilan keduanya, periang dan baik hati. Dari cerita yang didapat istriku, istrinya itu pingin sekali mengurusi suaminya dengan baik karena selama ini suaminya itu dalam tanda kutip tidak terlalu banyak diurusi, sekali diurusi saja suaminya bilang, tumben sih kamu ngurusi aku, katanya.
Nah, suatu saat istrinya shalat subuh bareng sama aku, kakakku dan yang lainnya, kira-kira berangkat ke Haram itu sekitar jam 3.00 malam lah, supaya dapat tempat maksudnya. Setelah belok sana belok sini, akhirnya sampailah kita di dekat tempat sa’i, menggelarlah kita disana. Repotnya, sebelum shalat subuh tiba, ibu tokoh kita ini batal wudlu, ujung-ujungnya kan harus wudlu lagi. Setelah tanya sana tanya sini akhirnya didapat kabar bahwa kalau mau wudlu harus diluar ! Itu kan artinya kemungkinan untuk bertemu lagi sulit. Dan benar, setelah ditunggu tunggu sampai waktu adzan tiba sang ibu ini nggak juga muncul, akhirnya tempat dia dikasihin orang lain. Selesai subuh, aku dan istri berpisah dari rombongan karena aku dan istri ingin thawaf sunat. Sampai di Hotel sekitar jam 10.00 pagi dan ….. ibu itu belum juga pulang! Astagfirullah, pikirku kemana ibu ini ? Waktu dikabarkan ke sang suami tentang sang ibu, suaminya tenang saja malah dengan enteng bilang “nanti juga pulang!” Hi...hebat juga aku pikir sang suami ini. “Udah biasa dia, wong kerjaannya tukang jalan” katanya. Ah memang, santai sekali mereka berdua ini...
Rupanya ketenangannya ada benarnya, sekitar jam 12.00 sang istri nongol sambil senyum, para ibu menyambutnya sambil koor bertanya, kemana saja sih ibu ini sampai kita khawatir ? Sang ibu dengan enteng menjawab, iya aku shalat subuh akhirnya diluar karena nggak mungkin masuk lagi dan setelah shalat aku antri untuk dapat Al Qur’an gratis di Haram. Wah ibu, yang penting ibu selamat ya dan syukur dapat Qur’an gratis...

Cerita belum selesai nih, itu baru prolog.
Nah, sebelum wukuf di Arafah, sang suami ini bilang ke aku sambil bercanda: “ wah syetan-syetan pada lari nih takut akan kita lemparin besok lusa” katanya sambil tertawa. 2 atau 3 hari kemudian berangkatlah kita ke Arafah untuk wukuf. Hmmm, suasana Arafah yang tandus dan panas, disini rupanya dulu rasulullah berhutbah pada hajji wada, hajji perpisahan beliau untuk dunia...
Di Arafah inilah setiap calhaj ini berserah diri yang total, memohon ampunan ALLAH dengan setulus-tulusnya. Begitu ingat kesini, aku suka nangis, kenapa ? Karena betapa sayangnya DIA kepada kita, sebesar apapun dosa kita, kita berdo’a pasti dimaafkan. Malah kita tak boleh berfikir, apakah dosa kita diampuni ? Pasti! Disatu sisi, DIA memamerkan kumpulnya manusia yang beriman kepadaNYA kepada para malaikatNYA... Lihatlah, mereka sedang memujiKU....

Kembali ke cerita sang suami, ternyata disini dia tepar.... sakit kepayahan. Setelah berwukuf siangnya, malam ba’da ‘isya kita berangkat ke muzdalifah untuk mabit sebelum ke Mina. Saat wukuf itu, ada dari rombonganku, bapak2 udah sepuh meninggal dunia, sementara sang suami juga sakitnya bergerak kearah yang lebih repot. Malamnya sewaktu rombongan berangkat ke Muzdalifah, sang suami ini sudah sulit untuk jalan sendiri, akhirnya dengn bantuan keponakannya dia dipapah menuju bis. Sampai di Muzdalifah, ternyata itu lapangan luas sekali dan tempat terbuka tentunya dan bagi jamaah laki-laki secara hukum hajji tidak diperbolehkan menutup kepala, Jadilah kita di tanah lapang terbuka itu, malem-malem yang dingin ber-mabit sebagai salah satu rangkian ibadah hajji yang harus dilewati. Ditengah hembusan angin yang sangat dingin sementara pakaian kita adalah ihram dan tidak boleh menutup kepala, walhasil dinginnya cuaca banyak membuat para orang tua kesulitan. Banyak diantaranya jatuh sakit, tidak terkecuali sang suami ini.

Singkat kata, ketika selesai mabit di Muzdalifah dan berangkat ke Mina, sang suami ini menjadi bertambah sakit. Sampai ditenda Mina, rombonganku mendapat tempat di tenda yang ada dibukit diatas sekali, dan tentu saja sang suami tidak dapat ikut keatas.....
Sewaktu hari lempar jamarat tiba, kewajiban lempar jumrahnya diwakilkan ke orang lain berhubung sang suami dalam keadaan sakit.

Dari kejadian tadi aku berfikir, alangkah mudahnya bagi ALLAH mengatur manusia ini, dengan sekali jalan saja do’a dan “teguran” dapat dilakukan sekaligus. Mengerti maksudku ? Begini, disatu sisi sang istri ingin sekali mengurus suami dengan baik setelah selama ini dia tidak bisa sementara disisi lain sang suami dibuat sakit (karena bercanda selagi hajji dengan mengatakan para syetan pada lari karena mau dilemparin kita ?), jadi si istri dikabulkan do’anya dia dapat mengurus suami dengan baik dan si suami karena sakit tak dapat menghindar untuk diurus suami dan juga sebagai teguran (atas candanya ?)
Dengan demikian ALLAH telah mengabulkan do’a dan “teguran” sekali tepuk saja...
Memang segala sesuatu mudah bagi ALLAH…. Innallaha ‘ala kulli syaiin qadiir…

4 comments:

E C H A said...

Subhanallah tante Watty, ya..
Kalau ibadah sudah kuat betul niatnya, insya Allah apapun kendala dimudahkan oleh-Nya.
Apalagi untuk berniat ibadah di rumah Allah.

Masya Allah, mang Dudung tiap cerita kisah-kisah di tanah suci, selalu berhasil bikin elsa merinding..
Jadi makin kebelet aja.
Kapaaann ya?

Shinkansen said...

Mang Dudung..., do`akan semoga Elsa dan Sabar bisa juga menunaikan rukun Islam yang ke-5 ini.

urang kertasari said...

Alhamdulillah. Ah Mang Dudung jadi merinding (sungguh) membacanya....
Tentu, tentu Mang Dudung do'ain sekali. Niat yang betul2 niat ya ... Insya ALLAH

Herli Salim said...

Iya Echa, dan Mas Sabar, juga Ang Dududng dan Mbak Wati...pokoknya ibadah haji mah top abis deh buat ningkatkan puncak keimanan kita. Makanya letaknya di no 5. Sekrang mah spy ibadah haji makin mantap, ya ibadah seharihari (solat) hrs lebh mantap lagi. Oh ya... ibadah haji itu enak nangis lho... bebas... soalnya orang-orang pd nangis juga (jadi ga malu). Tapi bener ko, enak bener tu nangis. Dan air mata itu ko gampang banget.
Coba aja lagi!
Salam,
HS