Friday, August 25, 2006

Panglaman para mitra

Hari ini pulang kantor aku menerima pelajaran yang sangat berharga dan “terima kasih ya ALLAH atas pertolonganMU”

Jum’at 25 Agustus 2006 aku pulang kantor seperti biasa. Kali ini jam 17.00 sudah pulang. Setelah mampir sebentar lihat lomba karaoke di ruang rapat besar, sebagaimana biasa aku mendatangi tempat parkir kendaraanku jauh diujung pelataran parkir, kurang lebih 150 meter dari lobby kantor. Setelah memanaskan mobil sekitar 1 menit, aku mulai bergerak keluar untuk pulang. Antara menyadarinya atau tidak, aku merasa bahwa mobil ini agak berat sedikit, tapi aku jalan terus (jalan pelan sekitar 10 – 20 km per jam, biasa bubar kantor jalannya penuh)

Setelah berjalan kurang lebih 2 km, maih dalam antrian, kulihat ada motor, perempuan yang duduk dibelakang dan laki-laki yang duduk didepannya terus-terusan ngelihatin sesuatu di mobilku sambil menunjuk-nunjuk. Aku jadi heran ada apa gerangan, apa mobilku bumper belakangnya mau copot? Dalam keherananku, aku meminggirkan kendaraanku, berharap si motor itu berlalu di sebelah kananku. Sambil kubuka jendela, dia lewat disebelah kananku, dia berkata:”Ban-nya kempes!” katanya. Astagfirullah, aku turun. Masya ALLAH, ban belakang kiri mobilku kempes pes total, nggak ada anginnya sedikitpun. Wah bagaimana ini, rumahku masih jauh sekitar 30 km? Setelah berfikir, aku ingat di mobilku ada pompa listrik yang disambungkan ke lighter di dalam. Aku buka bagasi, kuambil pompa anginnya dan aku pompa itu ban. Tanpa sengaja, yang membuat banku kempes ternyata “ranjau” (orang-orang bilang demikian). Ranjau itu adalah semacam paku yang dibolongin tengahnya, jadi walaupun bannya tubeless, ban akan langsung kempes tanpa lama-lama! Itu biasanya kerjaan tukang tambal ban pinggir jalan yang sengaja menyebar paku tersebut supaya mobil mobil pada kempes. Walhasil, ban itu tak jadi aku pompa, percuma. Terpaksa aku berjalan pelan sambil berharap tak jauh dari situ ada tambal ban. Aku jadi berfikir, dari rumah waktu berangkat pagi tadi bagaimana, sudah kempes begini atau tidak?
Kurang lebih 1 km, aku behenti di tempat tambal ban (untung ketahuannya masih di jalan raya, bagaimana kalau di jalan toll? Ruwet!)

Rencananya aku pingin tuker aja sama ban serepnya, tapi nggak jadi berhubung ngeluarin ban serepnya nggak tahu caranya dan nggak ada alatnya (tahunya cuman ngegelindingin aja….)
“Di tambal aja bang” kataku. Si abang tukang tambal ban ini, belakangan kutahu namanya Manalu (keturunan Tapanuli), langsung membuka roda yang bocor untuk ditambal. Setelah hampir selesai, aku cari dompetku untuk menyiapkan pembayaran. Astagfirullah, rupanya aku nggak bawa dompet! Kucari ubek-ubekan di kantong laptopku, nggak ada, dicari dimana-mana nggak ada. Aku mulai gugup. Betapa tidak? Bagaimana aku harus membayar? Dompet, ATM, Kartu kredit tak satupunh yang aku bawa, bagaimana ini? Panik!
Aku hubungi istri, dia juga nyerah. Aku hubungi juga anakbuahku barangkali ada yang bisa nolong, rumahnya pada jauh. Astagfirullah, aku bakal menanggung malu? Setelah diketrukin (ceuk sunda mah diketrukkeun) duit yang ada di kantong cuman ada Rp. 13,000.00 itupun yang seribu terdiri dari uang logam dua biji masing-masing 500 san.Mau ngomong ama si abang tukang tambal ban, dia lagi ngerjain deket sama orang-orang, malu mau ngomong. Wah bagaimana ini? Akhirnya aku “nekad” ngomong sama dia :
” Bang, nambal ban ini berapa sih biayanya?” tanyaku.
”Lima belas ribu” katanya.
Peng aja kepalaku puyeng…. Aku nggak bisa bayar! Mau terus terang belum berani.

Mau nggak mau, tambal ban akan selesai dan aku harus bayar!
Bismillaah,
“Bang terus terang, aku lagi nggak bawa dompet, boleh nggak aku bayar sebagian dulu?” tanyaku harap cemas. Aku lihat roman mukanya berubah cemberut.
“Maaf deh bang, beneran aku nggak bawa dompet”
Dia diam. Wah gawat nih…
“Boleh bang?”
Dengan pertolongan ALLAH, walaupun dengan sulit dia berkata :”Iya, boleh deh”
“Ah, terima kasih bang, besok aku bayar dilebihin. Maaf ya bang” kataku.
Si abang diem aja. Aku jadi nggak enak hati.
Begitu selesai, aku kasih dia Rp. 10,000.00, yang tiga ribu aku tahan karena aku harus pulang lewat jalan toll dimana toll fee nya Rp. 3,000.00. Aku lihat dia berikan uangnya sama istrinya sambil menegok kearahku yang sdh di mobil siap untuk pulang, sang istri aku lihat ketawa. “Terima kasih ya ALLAH yang telah membukakan hati si abang tambal ban sehingga dia mau kubayar sebagian. Tanpa menoleh lagi aku buru-buru pergi. Malu……….

Note: Aku nggak bawa tas yang dompetku ada didalamnya, aku hari ini cuman bawa laptop aja. Dompet aku lupa bawa!


1 comment:

Herli Salim said...

Ga ninggalin KTP atau ngasih no telpon buat tanda kepercayaan ? Ini yg kepikir sama diriku. Tapi itulah kalo udah milik, tapi ya harus kesana lagi kan buat nyerahin yang sisanya, atau malah ga usah btak ini... soalnya istrinya tersenyum, kali harga tambal itu Rp. 10.000,-, lagian dia ga komen ketika tahu bahwa ban itu kena 'ranjau', nah ada baiknya juga kalau dia 'diranjau' lagi, tapi jangan ketang... inimah mikir nakal. Tar ga ada bedanya dong ...