Wednesday, June 28, 2006

Nca

Alhamdulillah, hari Sabtu kemarin 24/6/06 sudah pergi ke Cibubur bertemu dengan psikolog Bp. Diding Supendi MSc bertiga sama istri and Enca. Betul-betul aku sangat bersyukur kepadaNYA bahwa seperti yang aku catat dari hasil psiko test dulu kemudian terakhir 2 tahun lalu di dua lembaga terpisah, satunya psikologi terapan UI dan satunya lagi di suatu lembaga psikologi swasta, hasilnya diantara keduanya tetap, yaitu tingkat kecerdasannya diatas rata-rata dan juga minat untuk berkembangnya baik, cuman memang yang jadi soal kenapa kesehariannya tidak menggambarkan hasil psiko testnya. Menurut Bapak Diding, enca ada masalah dalam tingkat emosi dan sosialnya, seperti dalam keadaan tertekan katanya. Ini bisa lah diterapi, masih sangat mungkin bisa kembali berkembang setelah hambatannya disingkirkan. Bapak Diding yakin sekali akan kemungkinan ini, dia melihat gambar hasil psiko testnya sangat baik, nggak mungkin enca bisa punya kondisi saat ini seperti yang diceritakan, pemalu, introvet, sulit belajar (menerima pelajaran, dll). Kondisi kecerdasannya baik koq, malah menurut saya dia ada diatas rata-rata. Insya ALLAH dia akan bisa baik nantinya, saya akan coba bantu dan kalau mungkin kita buang energi yang jeleknya. Beliau rupanya suka memakai energi prana juga untuk therapi. Menurut skala (aku lupa namanya

Alhamdulillaahi robbil ‘aalamiin.... terima kasih ya ALAH, enca ternyata memang punya tingkat IQ yang nggak jeblok, mudah-mudahan bisa dibangkitkan dengan cara menghilangkan hambatannya (aku kepingin nangis saat itu, karena seneng, gembira dan seperti terlepas dari mimpi buruk, rupanya enca ternyata memang bahannya sudah ada, persoalannya sekarang tinggal tugas aku dan mamahnya, bagaimana cara “menggosoknya” supaya keluar kilau aslinya....)

Menurut Pak Diding mungkin dia tertekan saat Ibu atau Bapak selalu minta dia mencapai ulangan yang baik terus sehingga dia nggak berkembang karena selalu diliputi perasaan takut.
“Mungkin” kata istriku, “saya memang begitu pak karena udah terbiasa dengan situasi dan kondisi kantor yang selalu dikejar target dan waktu jadi nggak sabaran, mangkanya kalau lihat reza begitu suka nggak sabar, ujung-unjungnya marah dan berantem sama dia.”
“Wah, kalau begitu kelihatannya, ibu yang bermasalah nih, bukan reza” kata pak Diding sambil tertawa. Lanjutnya kemudian, “Kasihan Reza lah bu, biarkan dia berkembang sendiri, dia kan bukan ibu, dia pasti punya cara tersendiri untuk menyelesaikan apa-apa yang harus dia selesaikan. Punya style sendiri yang tentunya beda sama ibu, untuk itu biarkanlah dia jalan menrut intuisinya sambil dia juga mendapat pengalaman dari cara dia sendiri menghadapi persoalan. Mau kan bu ? Saya tahu, yang ibu lakukan adalah karena kekhawatiran ibu pada dia atau bahkan mungkin ibu terlalu protektif untuk dia. Ibu menurut saya kurang baik, si anak akan jadi tidak punya pengalaman, selalu menunggu dan akibat-akibat lain yang kurang baik. Gimana nih, reza atau ibu/bapak yang harus diajak ngobrol sambil terapi ?” Istri saya tersenyum....

Pertmuan dengan Pak Diding akan dijadwal minggu berikutnya (aku bener-bener bergembira karena sepungnya dari Cibubur, enca di jalan jadi rada mau bicara, ggak diem melulu, raut mukanya tidak cemberut).

De, maafkan Papah ya kalau selama ini Papah yang membuat reza seperti itu. Maafkan ya De....
Papah sekarang nggak akan lagi buat enca kesel, marah dan jengkel. Papah akan coba membuat enca ceria seperti dulu masih balita. Insya ALLAH enca akan jadi anak pinter dan PD ya. Insya ALLAH…

Wednesday, June 21, 2006

Catatan hari minggu 16/6/06

Minggu kemarin 18 June 2006, seperti biasa, ba’da subuh diadakan kuliah subuh di masjid komplek dengan penceramah kali ini dibawakan oleh Ustadz Maryono, seorang mubaligh muda yang masih kuliah dengan mengambil jurusan tafsir hadits di salah satu perguruan tinggi di Jakarta. Dia juga mnjadi guruku dalam 2 bulan ini, dia mengajari aku dan 11 orang lainnya dalam menerjemahkan Al Qur’an setiap Jum’at malam di Masjid. Hari itu aku kebagian 2 tugas, jadi Imam shalat subuh dan jadi MC saat pengajian. Aku pake peci baru yang dibelikan istriku, warnanya merah. Berhubung warnanya merah, agak ngejreng gitu, aku tanya sama istri, baju warna apa yang harus aku pake ? Baiknya warna putih atau item, kainnya sebaiknya putih katanya. Berhubung aku nggak punya baju koko putih, aku pake aja baju koko item. Jadi, baju koko item, peci haji merah dan sarung agak soft (hijau muda banget) aku berangkat bareng istri ke masjid (lain sama gambar yang ada di profile, itu pake blangkon, bukan peci haji). Begitu sampai di Masjid, nggak tahunya aku diminta jadi imam and sekaligus MC atau pembuka dan mediator saat pengajian berlangsung. OK lah, siapa takut ?

Audience agak sedikit pagi itu, mungkin karena pada abis nonton bola ? Nggak tahu juga, tapi yang jelas bapak-bapaknya berkurang sekiar 25 – 40 %. Tema pagi subuh itu adalah pendidikan yang baik bagi keluarga muslim. Sebagaimana yang lalu-lalu, ceramah dibagi dua sesi, yang pertama kurang lebih setengah jam untuk pemaparan materi oleh ustadz-nya, setengah jam berikutnya adalah untuk sesi tanya jawab, jadi total satu jam. Dalam pemaparannya ustadz ini menjelaskan pentingnya pendidikan agama sejak dini, karena memberi pelajaran saat masih dini ibarat nulis di baru sedangkan ngajarin udah gede, ibarat nulis di air. Banyak lagi contoh-contoh lain yang disampaikan, aku nggak sebutin disini, ntar aku jadi ustadz dong, aku catat saja dalam hati untuk nanti Insya ALLAH aku amalkan dalam kehidupan sehari-hari dirumah.

Konsumsinya hari minggu kemarin bubur kacang ijo, pernah juga bubur ayam, kue-kue kotak dan kue kering lainnya. Biasanya beban konsumsi ditanggung renteng, bergiliran tapi kalau sepi peminat, ditanggung ketua yayasan. Untuk menarik jamaah ke masjid, apalagi untuk shalat subuh, bolehlah…

Bubar pengajian subuh, lanjut dengan rapat pengurus yayasan masjid ngomongin tentang pendidikan (nyambung dengan materi pengajian subuh itu). Yayasan prihatin dengan keadaan moral bangsa saat ini, carut marut. Mungkinkah semua musibah besar negeri ini adalah merupakan teguran dari ALLAH atas kemerosotan moral negeri ini ? Aku pikir itu sangat mungkin sekali! Untuk itulah pengurus yayasan sangat peduli akan pentingnya pendidikan ini, dan pendidikan yang paling penting adalah pendidikan agama sejak dini. Yayasan akan mendirikan sekolah kelas play group untuk menampung anak-anak usia pra sekolah, untuk mendidik mereka agar menjadi generasi harapan yang mampu ikut mengembalikan keadaan dari yang rusak seperti sekarang ke generasi yang islami. Sebenernya yayasan telah punya pendidikan yang sudah jalan selain play group yang mau didirikan ini, yaitu TK Islam dan TPA/TQA. Jadi dalam hal ini yayasan akan menjaring sejak balita, kemudian lanjut ke TK kalau mungkin dilanjutkan dengan SD, SMP dan SMA. Mudah-mudahan tercapai, amin....

Rapatlah kita disitu dan dicapai kesepakatan untuk membulatkan tekad mendirikan play group tersebut. Alhamdulillah, guru sudah ada dan sebenernya ruangan sudah ada tapi perlu sentuhan untuk menyesuaikan dengan kelas play group yang ceria, juga sekalian mengecet ulang, menambal yang bocor dan lain lain. Total dana yang dibutuhkan adalah sebesar Rp. 9 juta saja dan, lagi-lagi aku, sebagai bendahara yayasan, punya tugas harus buat proposal untuk warga muslim tentang kebutuhan menghimpun dana guna memperingan beban yayasan dalam menyiapkan lokal untuk kelas play group ini. Untuk tahap awal, play group tidak menarik dana terlalu besar kepada calon murid, hanya sebesar yang seperlunya saja yaitu untuk seragam, alat tulis, alat peraga dan mainan anak. Nanti kalau langsung mahal kan mundur pada orang tua karena memang kita belum punya nama, wong namanya kita baru mau mulai.
Mudah-mudahan berhasil, insya ALLAH. Bismillah…

Tuesday, June 20, 2006

De, kenapa sih ?

Lagi males nulis nih, soalnya minggu ini rasanya kayak dikejar-kejar waktu. Enca, ulangan seminggu kemarin, lanjut minggu ini, rapat terus di kantor minggu lalu kemarin, belum lagi ada kerjaan yang tertunda terus. Wow, penuh buanget. Kemarin Senin 19/6/06 jadi rada sewot juga sama salah satu lembaga konsultasi anak, udah diconfirm hari Senin kemarin 19/6/06 – udah cuti 1 hari, eh katanya nggak dijadual di kantor konsultannya sama admin nya, sewotlah tetangga tidur sampe marah-marah ke admin nya. Akhirnya pilih lembaga lain di Cibubur, katanya si konsultannya bisa therapi pake supranatural juga katanya, rencananya hari Sabtu besok 26/06/06 di Cibubur janjian jam 16.00.

Enca punya problem belajar, dia nampaknya sulit menerima pelajaran (padahal kalau dirumah cepet juga menerima pelajaran tersebut cuman memang sayangnya ……cepet ilang lagi ! Malam belajar OK, pagi2 ditanyain = bleng ilang seperti nggak ada bekasnya. Heran.). Dia juga kayak sulit mengeluarkan perasaannya.

Agak sering sekarang dibawa sama mamahnya ke tempat ramai, biar dia banyak interaksi sama yang lain – mudah2an itu menjadi salah satu therapi buat jiwanya. Mau sih dia ikut pergi, tapi sesampai di tujuan biasanya diam aja nggak banyak kegiatan yang dilakukan, misalnya banyak ngomong, komentar atau apalah gitu dia sebagai anak, ini sih diem aja. Kadang-kadang merasa kasian juga ngelihat dia. Dulu waktu dia masih kecil, sekitar usia 3 – 4 tahun, dia itu anak yang sangat aktif, nggak mau diem – bergerak terus, jumpalitan (orang di mobil juga gelantungan di pegangan pintu) dan yang penting nggak maluan, mana badannya gemuk lagi, menggemaskan. Sekarang ini pendiem, dikamar terus dan pemalu. Jangankan sama orang lain, kadang sama orangtuanya juga malu.. Pernah pada usia dia kelas 2 SD, dibawa ke Lembaga Psikologi Terapan UI di Salemba, maksudnya pingin tahu bagaimana dia, hasilnya katanya dari sisi IQ dia diatas rata-rata anak Indonesia. Tapi kenapa sekarang hasilnya tidak mendukung ke hasil test itu ? Berbagai cara telah diupayakan untuk memotivasi dia, untuk memacu dia dan untuk membangkitkan semangat dan gairah dia supaya kembali ceria, namun belum nampak hasilnya. Ujung-ujungnya dalam pelajaran dia tertinggal…. De, kenapa sih ?

Mainan sih dibeliin, maksudnya untuk sebagai reward, misalnya ulangan angkanya bagus, mau belajar, mau cerita sekitar dianya atau hadiah lainnya. Tetap belum membawa hasil, lain bener sama kakaknya. Kakaknya ranking terus… Sampai pada kesimpulan, kenapa yang namanya anak kedua selalu lain sendiri ? Teman istriku rata-rata anak keduanya itu rada susah diatur, pokoknya anak kedua problem aja, kenapa ya ? De, maafkan Papah ya, Papah nggak tahu kamu kenapa, apa ada sesuatu yang Papah lakukan dulu sehingga kamu jadi seperti sekarang ? Maafkan papah ya. Papah akan berusaha terus untuk mengembalikan kamu yang ceria, yang menggemaskan dan yang tidak pemalu. Doain aja ya....

Monday, June 12, 2006

Warisan II

Bismillah,

Aku mau nerusin catatanku tentang warisan, tapi kali ini warisan yang berbentuk tangible assets. Memang kedua ortu ku bukan orang yang berlimpah harta atau kekayaan, beliau beliau itu hanya mewariskan pendidikan, dunia dan akhirat. Alhamdulillah, warisan itu Insya ALLAH akan terus diwariskan juga ke generasi selanjutnya.

Back to warisan berupa tangible, waktu peringatan ibuku yang ke 40 hari, kami semua kumpul di kampung bersembilan, tentu saja kumpulnya itu digunakan untuk bicara soal assets tersebut dan tangible yang lain. Dalam kesempatan itu aku juga jelaskan posisi aku tentang assets yang di Lakbok. Aku sampaikan bahwa berpindahnya hak atas assets tersebut yang kuganti dari saudara saudaraku (selagi ibuku masih hidup dulu), bukan atas mauku atau bukan atas ideku. Itu seratus persen atas maunya ibuku, kalau nggak salah ibu katanya sudah bicara kepada semua anaknya. Kenapa hal ini aku ungkapkan ? Terus terang ini semata-mata untuk menghilangkan prasangka yang mungkin timbul sehubungan dengan perpindahan hak atas Lakbok tersebut. Mana tahu ada diantara saudaraku yang mengira bahwa itu adalah upayaku untuk menguasai assets tersebut, misalnya dengan cara me-lobby ibu untuk maksud penguasaan tersebut. Sungguh, nggak ada aku punya fikiran seperti tu, dulupun sewaktu aku kusanggupi, aku bertanya dulu sama ibu – udah setuju nggak yang lain ? Aku nggak mau karena masalah ini nanti jadi rame, jadi putus tali silaturrahim. Aku nggak mau ada perbuatanku yang miring, yang membuat orang lain tercederai hatinya. Jelasnya, aku nggak mau bertindak keluar dari ajaran Islam.

Alhamdulillah, dalam pertemuan itu seluruh saudaraku mendukung aku, maksudnya saudaraku tidak ada satupun yang berfikiran buruk seperti itu, mereka malah bersyukur bahwa Lakbok itu tidak jatuh ke orang lain. Aku lega... Mudah-mudahan untuk selanjutnya demikian adanya.

Nah, warisan tangible assets yang satunya lagi peninggalan kedua ortu ku adalah warisan yang terakhir, the only one that they have : the residen.
Aku selalu tercenung bila memikirkan itu, bahkan sewaktu ibuku masih ada. Bagaimana jadinya kalau ibu nggak ada ? Apa yang harus dilakukan ? Di lepas ? Aku nggak tegel menerimanya ! There were too many memories lay there….
Ada beberapa usulan mengenai hal ini dalam pertemuan itu, pertama, diusulkan diisi oleh salah seorang anak kakaku yang di Cintapalah dengan catatan bahwa hal ini dimaui oleh anaknya dan disetujui oleh semua saudaraku. Kedua, diambil oleh kakakku yang paling sulung mengingat beliau adalah aku rasa yang paling cocok untuk mengurusnya sepeninggal ibuku. Ketiga, diambil oleh salah seorang lainnya dari saudaraku yang sembilan yang mau untuk mengambilnya. Pilihan ke empat, diisi oleh kakak sulungku sambil menikmati masa pensiun dan pilihan kelima, dilepas ke orang lain….. …Pilihan ke lima inilah yang aku berat, beratnya bukan berat di apa-apa, tapi berat di hati. Betapa tidak ? Masa kecilku dari SD sampai SLA aku disana, dibesarkan disana, berkumpul dengan seluruh saudaraku yang sembilan disana. Terakhir sewaktu ibu masih ada, aku masih suka bermanja-manja sama ibu kalau aku pulang kampung. Ah kalau ingat kampung, aku jadi ingat ibuku dan juga ayahku. Masih tergambar dihadapanku sosok-sosok beliau yang santun dan sayang kepada kami, sampai sekarangpun aku masih suka berharap, seandainya beliau-beliau itu masih ada…... (Ayah, Ibu, kami mendo’akanmu senantiasa, semoga engkau berdua bahagia disana. Ayah, Ibu, maafkan kami ya…).

Pilihan-pilihan itu dilontarkan untuk dirundingkan pilihan mana yang terbaik untuk diputuskan. Para saudaraku mendesak ini harus segera diambil keputusan dan keputusan tersebut nggak bisa terlalu lama, katanya hal ini untuk menghindari status quo yang berkepanjangan. Mau sampai kapan satus quo berjalan, siapa yang akan membiayai pemeliharaan? Kan nggak mungkin ditinggal kosong tanpa pemeliharaan ?

Pilihan pertama ternyata gagal mengingat anak kakakku itu nggak berani sendirian di rumah yang besar itu, meskipun sudah punya anak nampaknya masih “anak mami”

Pilihan kedua, diambil kakakku sulung. Namun inipun berat bagi beliau karena untuk mengambilnya memang butuh dana yang tidak sedikit sementara beliau sudah pensiun.

Pilihan ketiga, diambil oleh salah seorang saudara yang mau mengmbilnya.
Sama, merasa berat katanya. Kata adikku, kami ini keluarga “ekonomi lemah” katanya. Aku sedih mendengar itu, aku katakan sambil nangis: janganlah bilang begitu, kita mapan koq, anak kita dapat sekolah dengan baik dan Alhamdulillah lancar.

Pilihan ke empat, diisi oleh kakakku yang sulung sambil menikmati masa pensiun.
Bukan nggak mau isi katanya, tapi mengisi disini mungkin akan berasa seperti duduk diatas bara api. Kenapa ? Katanya, taruh kata semua setuju, tapi tetap merasa nggak enak mengingat rumah ini adalah rumah milik bersama.

Pilihan terakhir, dijual !
Dijual ? Ah inilah yang aku beratkan, rasanya aku sedih kalau nanti suatu saat aku “mudik”, aku nggak bisa lagi tidur disitu ? Ah betapa aku berdosanya sama kedua ortu ku kalau itu terjadi (meskipun ibu pernah bilang sama salah seorang adikku, bila ibu udah nggak ada dan bila rumah ini mau dijual, jangan rumah ini dijual kepada orang non muslim katanya). Ibu jadi kami harus bagaimana ?
Yang mau ambil diantara saudaraku nggak ada, dijual aku nggak mau, so ? Ah berat memang. Aku sedih aja kalau rumah itu sampai dijual dan kalau aku mudik, aku cuman bisa lewat didepan rumahnya tanpa bisa masuk. Ah.........

Akhirnya setelah buntu, aku Bismillah dengan mohon pertolonganNYA, aku bilang bahwa kalau demikian adaya aku harus konsekuean dengan keininginanku untuk tidak melepas rumah itu ke orang lain, aku akan mengambil rumah itu ! Ya ALLAH, tolonglah aku untuk “menyelamatkan” rumah itu untuk tetap dalam keluargaku dengan cara aku mengambilnya. Berikanlah padaku ya ALLAH rezeki yang banyak dan halal untuk maksudku tersebut. Tidak ada maksud lain dalam hatiku yang ALLAH untuk mengambil rumah itu, bukan karena aku sombong, riya, sok kaya, kemaruk, agar lebih dari yang lain atau lainnya. Sungguh, aku hanya ingin memelihara sisa peninggalan kedua orang tuaku yang tersisa untk dipelihara, tidak lebih ya ALLAH. Bolehkah bila aku punya niat demikian ya ALLAH ? Bila KAU izinkan, aku akan ambil rumah itu untuk kupelihara, meskipun aku belum tahu akan kuapakan rumah itu.
Dalam pengutaraan itu aku sampaikan bahwa aku mau ambil itu tapi jangan sekarang, minta waktu aku untuk menyelesaikannya, berilah aku kesempatan untuk menyelesaikannya. Setidaknya akau sampaikan bahwa, paling cepat aku baru dapat selesaikan 2 tahun kedepan. Dari mana memang dananya ? Aku pun nggak ahu, cuman aku punya bayangan saja...

Ya ALLAH, bila ini memang boleh dan baik untukku dan untuk seluruh saudaraku, aku memohon pertolonganMU, berilah aku rezeki yang banyak dan halal....

Thursday, June 08, 2006

Pengalaman nun jauh disana ….

Kalau mau cerita tentang penglaman di tanah suci, rasanya nggak akan ada habisnya. Maunya terus, terus n terus... Soalnya apa yang ditulis itu nggak sebanding dengan apa yang dirasakan, tepatnya: tangan ini nggak bisa menggambarkan perasaan yang ada didalam dada dan hati sewaktu kejadian itu terjadi...

Penglaman 1 (ALLAH mengabulkan do’a kita)

Waktu itu aku melaksanakan shalat di Hijir Ismail lebih dulu dari istriku (kita udah janjian sejak di tanah air untuk khusuk beribadah tanpa saling tunggu satu sama lain, kalau nggak sempat jalan bareng, ya jalan sendiri. Ujung-ujungnya memang kita jarang saling ketemu, padahal kamarnya berdampingan...).
Berat memang untuk shalat disana mengingat ratusan ribu orang tumplek disatu tempat pada saat yang bersamaan dan tujuannya juga sama dengan kita yaitu thawaf, sa’i, shalat di Hijir Ismail dan berdoa didepan Multazam dan kalau mungkin mencium Hajar Aswad. Alhamdulillah, walaupun begitu banyak manusia disana dan berdesak-desakan tapi nggak ada yang marah bahkan mau berantem, semuanya khusuk dengan niat dan do’a masing-masing. Ceritanya aku selesai shalat di Hijir Ismail, aku lupa waktu itu siang atau malam, lalu aku cerita ke istriku bahwasanya aku bisa shalat disana. Tentu saja istriku mau juga, akhirnya dia minta diantar untuk shalat disana dan sekalian aku tawarkan ke kakakku juga yang kebetulan pergi hajji bersama. Alhamdulillah suami kakaku itu mau shalat disana, jadilah kami bertiga berangkat. Karena aku diminta mengantar, aku juga jadi niatnya mengantar. Setelah tiba di Haram, sebelum shalat tersebut kami thawaf dulu sambil mengatur strategi jika telah selesai akan langsung masuk kesana. Menjelang akhir thawaf, kami sedikit demi sedikit bergeser ke arah lingkaran dalam supaya saat dekat ke Hijir Ismail kami tidak terlalu sulit untuk mencapainya, tinggal masuk. Tapi ya itu tadi, menyemutnya manusia yang mau ber-shalat disanapun buanyak sekali sehingga karenanya jadi saling dorong. Dengan niat tulus ingin shalat didalamnya, kami terus maju perlahan-lahan dan setelah susah payah akhirnya dapat masuk juga. Beratnya berdesak-desakan sewaktu thawaf dan akan diteruskan dengan shalat di hijir Ismail hilang seketika oleh berhasil masuknya kami kedalam.

Didalam, manusia begitu banyak yang sedang dan akan melaksanakan shalat, sulit sekali rasanya untuk shalat karena ruang untuk shalat dipenuhi manusia. “Mah ayo shalat, saya yang jagain” kataku sambil mencoba membentuk pagar sama kakakku. Istriku langsung melaksanakan shalat, dan katanya tuma’ninah, enak sekali, padahal dia juga sulit untuk shalat secara sempurna seperti kalau shalat dirumah. Jangankan mau rukuk secara sempurna, saat berdiri saja badan kedorong terus sama yang lain. Aku jadi berusaha keras untuk menjaga jangan sampai yang shalat terkena imbas aksi dorong. Begitu istriku selesai, giliran kakaku yang shalat, aku dan istriku yang jaga. Setelah selesai dua-duanya, sambil mengucapkan syukur, kami berlalu keluar Hijir Ismail. Begitu sampai diluar dengan susah payah aku berpikir, kenapa aku nggak sekalian shalat disana ? ALLAHu Akbar, rupanya karena niatku hanya mengantar, ALLAH kabulkan niatku hanya sebatas mengantar saja ! Betul kata orang, disana itu ALLAH membayar kontan apa niat kita, apa mau kita (dan juga apa dosa dan kesalahan kita).

Jadi kesimpulannya, berdo’alah kita dengan do’a yang utuh, penuh dan ikhlas dan ALLAH akan mengabulkan do’a kita sesuai apa yang kita minta. Percayalah, kita wajib yakin dengan do’a kita bahwa ALLAH pasti mengabulkan do’a kita, bahkan ketika kita di Arafah kita berdo’a khusuk untuk minta ampun atas segala dosa, nah kita tidak boleh berprasangka kepadaNYA bahwa do’a kita tidak akan dikabulkan ?
Ada riwayat yang menceritakan tentang do’a ini, waktu itu do’a “sapujagat belum seutuh seperti sekarang, waktu itu hanya “robbanaa aatina fid dunya hasanah”, dan ALLAH mengabulkan kepada yang berdoa sebatas itu saja, artinya hasanahnya hanya di dunia saja!

Pengalaman 2 (Isriku menjadi perkasa)

Lain lagi ceritanya dengan istriku, setelah dia punya pengalaman shalat di Hijir Ismail diapun cerita ke teman sekamarnya bahwa dia telah shalat di hijir Ismail. Kontan yang lain mau juga karena selama ini mereka nggak begitu yakin akan mampu bershalat disana mengingat dari cerita orang-orang yang lalu yang mengatakan bahwa bisa shalat disana itu hampir sulit sekali bagi wanita. Istriku berkata bahwa, sejauh niat kita tulus dan ikhlas, ALLAH akan membantu kita. Singkat cerita, para ibu-ibu minta diantar oleh istriku untuk shalat disana dan dengan senang hati istriku itu bersedia untuk itu. Saat itu siang-siang sehabis shalat dhuhur mereka bersiap untuk shalat di Hijir Ismail dengan kawalan isriku. Karena dia udah tahu caranya, dia praktekan strategi itu untuk mencapai Hijir Ismail. Namanya ibu-ibu, segala sesuatunya selalu dihinggapi rasa khawatir, bisa nggak – bisa nggak, istriku bilang insya ALLAH kita bisa dengan pertolongan ALLAH ! Dengan sigapnya dia bawa ibu-ibu kesana dan dia bersikap seperti seorang pembuka jalan dan pelindung. Setelah bersusah payah, akhirnya dapat juga mereka menyelesaikan shalat disana dan langsung bersyukur. Aku salut pada istriku itu, begitu beraninya dia mengawal ibu-ibu untuk pergi kesana padahal dia sendiri kondisi badannya belum 100 % pulih benar dari operasi myoma uteri beberapa bulan sebelumnya (sebetulnya sebelum berangkat aku sedikit khawatir tentang kondisi dia mengingat baru saja selesai operasi myoma uteri-nya). Nggak tahu bagaimana dia disana tiba-tiba menjadi perkasa sehingga dia dapat julukan baru “hajjah kancil” katanya. Setelah itu, ibu-ibu kalau ingin kemana-mana baik ke Masjidil Haram maupun ke….pasar seng selalu ingin di antar oleh istriku, gesit dan berani katanya. Memang dia itu kalau mau nolong orang suka sungguh sungguh ! Alhamdulillah, rupanya ada hikmahnya disana….

Yang lebih menggembirakan adalah, dia sempat bisa memegang hajar aswad sementara aku malah tidak ! Itu terjadi setelah shalat itu di Hijir Ismail, dia mengajak ibu-ibu untuk terus sekalian mencium Hajar Aswad. Tapi karena jutaan manusia berdesakan disana, dia hanya bisa menyentuh sementara ibu-ibu yang lain terlempar dari barisan. Benar benar perkasa dia

Itulah, niat yang ikhlas dan semangat yang keukeuh, akhirnya dia mampu mencapai keinginannya. Ini di rumah ALLAH di Makkah !


Pengalaman 3 (Cara ALLAH mengabulkan doa dan “teguran” sekaligus ?)

Aku satu kamar dengan sorang bapak pensiunan dan istrinya sekamar dengan istriku. Dua-duanya dari Surabaya (tapi ikut rombonganku dari jakarta) dan dua-duanya senang jalan, apalagi istrinya… Lucu sih penampilan keduanya, periang dan baik hati. Dari cerita yang didapat istriku, istrinya itu pingin sekali mengurusi suaminya dengan baik karena selama ini suaminya itu dalam tanda kutip tidak terlalu banyak diurusi, sekali diurusi saja suaminya bilang, tumben sih kamu ngurusi aku, katanya.
Nah, suatu saat istrinya shalat subuh bareng sama aku, kakakku dan yang lainnya, kira-kira berangkat ke Haram itu sekitar jam 3.00 malam lah, supaya dapat tempat maksudnya. Setelah belok sana belok sini, akhirnya sampailah kita di dekat tempat sa’i, menggelarlah kita disana. Repotnya, sebelum shalat subuh tiba, ibu tokoh kita ini batal wudlu, ujung-ujungnya kan harus wudlu lagi. Setelah tanya sana tanya sini akhirnya didapat kabar bahwa kalau mau wudlu harus diluar ! Itu kan artinya kemungkinan untuk bertemu lagi sulit. Dan benar, setelah ditunggu tunggu sampai waktu adzan tiba sang ibu ini nggak juga muncul, akhirnya tempat dia dikasihin orang lain. Selesai subuh, aku dan istri berpisah dari rombongan karena aku dan istri ingin thawaf sunat. Sampai di Hotel sekitar jam 10.00 pagi dan ….. ibu itu belum juga pulang! Astagfirullah, pikirku kemana ibu ini ? Waktu dikabarkan ke sang suami tentang sang ibu, suaminya tenang saja malah dengan enteng bilang “nanti juga pulang!” Hi...hebat juga aku pikir sang suami ini. “Udah biasa dia, wong kerjaannya tukang jalan” katanya. Ah memang, santai sekali mereka berdua ini...
Rupanya ketenangannya ada benarnya, sekitar jam 12.00 sang istri nongol sambil senyum, para ibu menyambutnya sambil koor bertanya, kemana saja sih ibu ini sampai kita khawatir ? Sang ibu dengan enteng menjawab, iya aku shalat subuh akhirnya diluar karena nggak mungkin masuk lagi dan setelah shalat aku antri untuk dapat Al Qur’an gratis di Haram. Wah ibu, yang penting ibu selamat ya dan syukur dapat Qur’an gratis...

Cerita belum selesai nih, itu baru prolog.
Nah, sebelum wukuf di Arafah, sang suami ini bilang ke aku sambil bercanda: “ wah syetan-syetan pada lari nih takut akan kita lemparin besok lusa” katanya sambil tertawa. 2 atau 3 hari kemudian berangkatlah kita ke Arafah untuk wukuf. Hmmm, suasana Arafah yang tandus dan panas, disini rupanya dulu rasulullah berhutbah pada hajji wada, hajji perpisahan beliau untuk dunia...
Di Arafah inilah setiap calhaj ini berserah diri yang total, memohon ampunan ALLAH dengan setulus-tulusnya. Begitu ingat kesini, aku suka nangis, kenapa ? Karena betapa sayangnya DIA kepada kita, sebesar apapun dosa kita, kita berdo’a pasti dimaafkan. Malah kita tak boleh berfikir, apakah dosa kita diampuni ? Pasti! Disatu sisi, DIA memamerkan kumpulnya manusia yang beriman kepadaNYA kepada para malaikatNYA... Lihatlah, mereka sedang memujiKU....

Kembali ke cerita sang suami, ternyata disini dia tepar.... sakit kepayahan. Setelah berwukuf siangnya, malam ba’da ‘isya kita berangkat ke muzdalifah untuk mabit sebelum ke Mina. Saat wukuf itu, ada dari rombonganku, bapak2 udah sepuh meninggal dunia, sementara sang suami juga sakitnya bergerak kearah yang lebih repot. Malamnya sewaktu rombongan berangkat ke Muzdalifah, sang suami ini sudah sulit untuk jalan sendiri, akhirnya dengn bantuan keponakannya dia dipapah menuju bis. Sampai di Muzdalifah, ternyata itu lapangan luas sekali dan tempat terbuka tentunya dan bagi jamaah laki-laki secara hukum hajji tidak diperbolehkan menutup kepala, Jadilah kita di tanah lapang terbuka itu, malem-malem yang dingin ber-mabit sebagai salah satu rangkian ibadah hajji yang harus dilewati. Ditengah hembusan angin yang sangat dingin sementara pakaian kita adalah ihram dan tidak boleh menutup kepala, walhasil dinginnya cuaca banyak membuat para orang tua kesulitan. Banyak diantaranya jatuh sakit, tidak terkecuali sang suami ini.

Singkat kata, ketika selesai mabit di Muzdalifah dan berangkat ke Mina, sang suami ini menjadi bertambah sakit. Sampai ditenda Mina, rombonganku mendapat tempat di tenda yang ada dibukit diatas sekali, dan tentu saja sang suami tidak dapat ikut keatas.....
Sewaktu hari lempar jamarat tiba, kewajiban lempar jumrahnya diwakilkan ke orang lain berhubung sang suami dalam keadaan sakit.

Dari kejadian tadi aku berfikir, alangkah mudahnya bagi ALLAH mengatur manusia ini, dengan sekali jalan saja do’a dan “teguran” dapat dilakukan sekaligus. Mengerti maksudku ? Begini, disatu sisi sang istri ingin sekali mengurus suami dengan baik setelah selama ini dia tidak bisa sementara disisi lain sang suami dibuat sakit (karena bercanda selagi hajji dengan mengatakan para syetan pada lari karena mau dilemparin kita ?), jadi si istri dikabulkan do’anya dia dapat mengurus suami dengan baik dan si suami karena sakit tak dapat menghindar untuk diurus suami dan juga sebagai teguran (atas candanya ?)
Dengan demikian ALLAH telah mengabulkan do’a dan “teguran” sekali tepuk saja...
Memang segala sesuatu mudah bagi ALLAH…. Innallaha ‘ala kulli syaiin qadiir…

Wednesday, June 07, 2006

Resonansi Hati

Rasulullah yang mulia dalam hadistnya menyampaikan bahwa : didalam tubuh manusia terdapat segumpal darah (sebesar kepalan tangan), bilamana baik darah tersebut maka baiklah orang tersebut, sebaliknya bila rusak darah tersebut maka rusak pulalah orang tersebut.

Dari hadist rasulullah tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa hati memegang peran yang sangat penting dalam hidup dan kehidupan manusia, disadari atau tidak. Dari hati akan lahir perubahaan2, baik perubahan kearah yang baik maupun perubahan kearah yang buruk. Hati mampu membuat orang menjadi tunduk patuh terhadap nilai2 atau aturan yang ditetapkan oleh tuhan maupun manusia, tapi sebaliknya hatipun mampu membuat manusia menjadi monster yang sangat ditakuti. Hati mampu membuat seorang manusia lebih tinggi derajatnya melebihi malaikat dan sebaliknya mampu juga menurunkan derajatnya lebih rendah dari binatang. Hakikatnya, hidup manusia sangat dikendalikan atau dipengaruhi oleh hati dan pikiran.

Sebagaimana diketahui, hati terbuat dari segumpal darah yang bentuknya sebesar kepalan tangan. Ia pada dasarnya lembut, lembek dan peka terhadap getaran frekuensi. Dalam dunia fisika, sebuah benda yang terdiri dari bahan yang lembut, dia akan mampu menerima dan memantulkan frekuensi sekecil apapun. Frekuensi tinggi atau bahkan sangat tinggi menghasilkan suara yang lembut bahkan tidak terdengar dan suara yang keras malah memiliki frekuensi yang rendah, cenderung kasar. Makin halus getaran, makin tinggi frekuensinya, sebaliknya makin rendah suaranya, makin kasar frekuensinya.

Logikanya, manusia sesungguhnya secara kodrat mampu menerima getaran atau frekuensi halus tuntunan baik dari ALLAH, rasul dan contoh2 perilaku baik disekelilingnya dan menolak getaran2 kasar lawannya. ALLAH dalam Al Qur’an berfirman bahwa, manusia yang beriman akan bergetar hatinya manakala dia mendengar nama ALLAH disebutkan dihadapannya. Tanda manusia hidup adalah manakala dia dicubit, dia akan merasa sakit, teriris juga akan merasa sakit. Kebalikannya adalah bila seseorang dicubit, diiris atau dipukul tapi dia tidak merasa sakit sakit, dipastikan sesuatu telah terjadi padanya. Mungkin dia lagi sakit saraf perasanya atau bahkan dia telah mati secara keseluruhan atau nyawanya telah terlepas dari raganya. Nah, demikian juga dengan hati, bila hatinya diingatkan tentang perbuatannya yang tidak baik atau disindir tentang perilakunya yang salah tapi dia tetap saja melakukan hal-hal yang salah, itu artinya hatinya telah mati. Atau, bila hatinya telah mati, dia tak akan lagi mampu menerima getaran-getaran halus, getaran-getaran yang baik karena hatinya telah sedemikian mengeras, mungkin bahkan sudah membatu. Benda keras, sekeras batu tak mampu atau sulit meresonansi getaran halus….

Secara fisik, frekuenasi yang mampu didengar telinga manusia adalah terbatas yaitu antara 20 hertz sampai 20,000 hertz. Artinya telinga kita tak mampu mendengar getaran frekuensi dibawah 20 hertz dan diatas 20,000 hertz. Ingat lagu-lagu yang dikompres sedemikian rupa dengan format mp3 ? Program ini mampu mengkompres lagu sampai tinggal hanya 10 % dari ukuran aslinya ! Apa yang terjadi sehingga mampu menjadi kecil ukurannya ? Salah satu diantaranya adalah dengan cara menghilangkan atau membuang frekuensi yang dibawah 20 hertz dan diatas 20,000 hertz ! Karena toh memang percuma, telinga kita tetap tak akan mampu mendengar.

Kembali ke soal frekuensi, suara yang kita dengan adalah dalam rentang 20 sampai 20,000 hertz. Ilmu fisika mengatakan bahwa cahaya memiliki frekuensi lebih tinggi ketimbang suara. Frekuensi cahaya ada di kisaran 108 hertz Rasanya kuping kita tak akan mampu mendengar frekuensi ini. Gilirian hati yang kita tanya, apakah mampu hati kita menerima frekuensi setinggi itu ? Bila kita bersandar pada ketentuan ALLAH, beriman kepadanya dengan sepenuh hati, setulus hati, berserah diri dengan total, hal ini dapat saja terjadi, karena hanya hati yang mampu melakukan ini! Bayangkan, bila hati kita telah mampu menerima geteran halus tersebut, itu artinya hati kita telah mampu menerima cahaya. Sekarang, dalam Al Qur’an ALLAH berfirman bahwa, sesungguhnya firman ALLAH berupa cahaya, disamping itu ALLAH adalah nuurus samaawaati wal ardh. Apa artinya ini ? Itu berarti firman ALLAH memiliki frekuensi yang sangat tinggi sehingga menjadi lembut. ALLAH memang maha lembut, maha sayang, maha kasih dan lain sebagainya. Nah, apabila kita secara khusuk berdo’a ditengah malam misalnya, suara kita lirih lembut ketika kita sedang berdo’a, itu artinya kita sedang memproduksi cahaya yang akan melesat ke haribaan ALLAH dengan kecepatan cahaya, 300,000 km per detik ! Nikamat sekali kalau sudah demikian, nikmat....
Kemudian, apa hasilnya ? Bila seseorang telah mampu menerima nur/cahaya ALLAH, dipastikan dia akan berperilaku baik, santun, lemah lembut, sejuk dll. Itulah sebabnya bila seseorang telah mencapai hati yang sederajat dengan itu, bila kita dekat dengan dirinya kita akan merasa tenang, merasa sejuk, merasa teduh dll. Pandangannyapun terasa sejuk, nyaman dan merasa aman didekatnya.

Sehubungan dengan itu, kita yang berkeinginan menjadi manusia yang baik, sudah sepantasnya kita dapat menjaga atau bahkan meningkatkan derajat hati kita dari hari kehari. Insya ALLAH, bila demikian halnya kemorosotan moral bangsa saat ini dapat dihadang. Oleh karena itu, kita semua berupaya menyiapkan hati kita agar senantiasa hati kita siap dan mampu menyerap, mendengar dan atau menerima getaran2 halus, getaran2 yang akan membuat kita menjadi sejuk, tenang, tawadhu dan tentunya membawa manfaat bagi diri sendiri dan lingkungan.
Amin…

Tuesday, June 06, 2006

Ayah dan Ibu

Harta warisan yang paling berharga dari ayah dan ibu ketika beliau-beliau wafat adalah :

. Pendidikan yang diperoleh sehingga kita mengenal bahwa tuhan itu adalah ALLAH dan hanya DIA lah yang harus disembah selama hidup kita.
. Rasa kebersamaan dan silaturrahim.
. Saling menghargai sesama manusia

Nah, aku sebagai pribadi rasanya bersyukur banget bahwa aku dan seluruh keluarga besarku yang 9 orang itu dapat asuhan dan pendidikan dari ibu yang sangat komprehensif sehingga kita akur, rutin ketemu, saling tolong dengan ikhlas dan sering saling kunjung atau just say “assalamu’alaikum” baik itu secara langsung via phone atau via sms atau bahkan via email dan lainnya sehingga jarak fisik yang jauh jadi kurang berarti bila komuniksi jalan.

Aku benar-benar merasa beruntung jadi anaknya ibu dan ayahku yang sedemikian mampu mengasuh kita yang sembilan sehingga jadi seperti sekarang ini. Banyak contoh disekitar yang jadi cermin, daripadanya aku menarik kesimpulan (bahkan aku alami sendiri) bahwa ternyata mendidik itu sulit, sulit sekali. Aku cuman punya dua aja udah sulit, apalagi sembilan ? Subhanallah, ibu/ayah terima kasih…

Sewaktu beliau wafat baru-baru ini, kita ngumpul komplit 9 orang berikut para pasangannya beberapa hari di kampung, silaturrahim, bertukar cerita – pengalaman – dan masukan-masukan lain yang sungguh sangat bermanfaat. Makanya aku bilang sama saudaraku yang lain, sungguh ini warisan yang sangat besar dan tak ternilai harganya yang diwariskan kedua orangtua kita kepada kita semua. Nikmat sekali rasanya bisa berkumpul lengkap karena aku mambayangkan sepeninggal beliau berdua rasanya mungkin agak sulit kumpul bareng lagi, namun demikian aku berharap bahwa hal itu tak akan terjadi, mudah-mudahan kumpul-kumpul bersama itu tidak sebatas ketika orangtua masih ada saja.

Kepada siapapun yang bisa baca ini yang kebetulan ortunya masih ada, saranku : hormatlah kepada mereka, perlakukan mereka dengan baik, sayangi mereka, senangkan mereka dan buat mereka ikhlas sehingga mereka ridho kepada kita. Kalau itu terjadi, dan disamping itu tentu saja kita taat beribadah kepadaNYA yang mana kita mengenal DIA itu dari hasil bimbingan dan pendidikan yang kita terima dari mereka, alangkah indah dan bahagianya hidup kita, sekarang ataupun kelak. Kenapa ? Karena sekali kita dapat ridho dari kedua orangtua kita, kita akan juga dapat ridho dariNYA. Mau apalagi kalau sudah begitu ? Syurga balasannya !

Monday, June 05, 2006

Hape baru

Sabtu kemarin 3 Juni 2006 papahnya oq ama enca ini abis beli hape baru, katanya namanya ipaq seri 6828. Bentuknya kecil, agak sulit bila dibanding sama yang sebelumnya seri 6365. Iseng aja ganti, ikut mode sih.... padahal dipakenya sih sama.

Fitur2nya hampir sama cuman yang ini faltformnya WM5 bukan lagi PPC2003. Setting ama yang lalu kayaknya mending yang lalu, tapi apa karena ini masih baru jadi belum kenal ? Nggak tahu juga. Memory tambahannya cukup gede: 1 GB, yang sebelumnya cuman 256 MB. Yang bekas ? Dipake tetangga tidur....

Enaknya pake pdaphone itu segala bisa masuk, ibaratnya kita bawa-bawa computer kemana-mana, belum lagi diisi software pocket islam, jadi setiap waktu shalat ada ngaji sama adzan - bisa jadi pengingat untuk segera melaksanakan shalat.... Cuman sayangnya belum 3G, harganya memang bukan harga 3G, wajarlah...

Oh ya, blogku yang sebelumnya aku tutup, ganti ini

Catatan kecil atas wafat ibuku

Catatan saat ibuku tercinta dipanggil olehNYA tanggal 23/3/06 yang lalu. Betapa aku sangat kehilangan atas kepergiannya meskipun sesungguhnya aku telah siap-siap untuk itu (ibuku udah cukup usia saat itu), namun kepergiannya yg mendadak disertai tanpa dapatnya kita (aku dan saudara-saudaraku) berkomunikasi dengannya, mem buat aku cup tersentak.
---------------------------------------------------------------
Sebuah catatan kecil tentang kehidupan orang yang paling aku sayangi, hormati dan kukagumi : IBU

Bismillaahhir rahmaanir rahiim,

Ibu,
Hari ini Senin 20 Maret 2006 telah 4 hari engkau tergolek tak sadarkan diri di RS Jasa Kartini - Tasikmalaya, malahan sejak hari Minggu malam engkau menjadi penghuni ruangan ICU. Ya ALLAH, aku memohon dengan segala kekurangannku di hadapanMU, sayangilah ia ya ALLAH, taqdirkanlah selalu yang terbaik buatnya. Dia ibuku yang telah melahirkanku, berjuang sepenuh hati, ikhlas tanpa keluhan sedikitpun untuk kami anak-anaknya. Belasan tahun, bahkan puluhan tahun dia melakukan hal itu tanpa sedikitpun mengharap balas jasa dari kami anak-anaknya. Ya ALLAH, bila memang kami harus membalas jasa, membalas budi atau apapun namanya untuk membayar – tak mungkin, tak mungkin kami dapat menebus itu semua. Terlalu kecil kami dihadapan ibu untuk membuat balas. Aku tahu memang bahwa itu tak mungkin dapat kami bayar, tak ada sesuatupun di dunia ini milikku, milik saudara-saudaraku bahkan gabungan semuanya (meskipun itu pada hakekatnya adalah milikMU ya ALLAH) dapat membayar lunas hutang itu ke ibu. Namun, atas kemurahan dan rahmatMU, seorang ibu akan merasa bahagia manakala melihat anaka-anaknya menjadi anak yang sholeh dan sholehah dan dekat denganMU. Ya ALLAH, sayangilah ibu kami.. Ya ALLAH, aku berdo’a kapadaMU, jadikanlah kami anak-anaknya manusia-manusia yang berguna seperti yang ibu harapkan agar senantiasa ibu akan tersenyum melihat kami…..
Ibu,
Sampai hari ini aku melihat begitu sempurna engkau sebagai seorang ibu. Siklus hidupmu sebagai seorang manusia yang lahir, tumbuh, dewasa, menikah dan berkeluarga, mengandung anak-anakmu kemudian membesarkan – menjaga – melindungi – membimbing –mengajari - mengarahkan sampai akhirnya seorang demi seorang anak anakmu menikah dan memberikan cucu demi cucu kepadamu, kulihat engkau begitu anggun menjalaninya. Sampai aku bertanya kepada diriku, mampukah aku berbuat anggun seperti engkau ibu ? Bila hati kecilku berbicara, sungguh aku malu padamu ibu, rasanya aku tak mungkin dan tak sanggup berbuat sepertimu ! Ibu, Kami anak-anakmu senantiasa selalu mendo’akanmu siang dan malam. Aku tahu, yakin sekali bahwa, ALLAH, Dzat yang maha sempurna akan memberikan yang terbaik bagimu. Ibu, sabar ya… walaupun engkau sekarang dalam keadan tidak sadar, aku tahu – engkau saat ini sedang merasakan sakit, sakit sekali, namun ibu – sabar ya.. yang tawakal sebagaimana selalu engkau wejangkan kepada kami. Insya ALLAH semua cobaan ini akan dapat ibu lewati dengan senyum ikhlasmu…
Ibu,
Aku ingat sekali ketika aku masih kecil, engkau banting tulang untuk menghidupi, menjaga, mendidik kami dengan tulus. Saat itu ayah sudah pensiun dan ibu langsung terjun ikut mencari nafkah untuk anak-anaknya yang sembilan. Sungguh, bila itu aku ingat sekarang – itu adalah sebuah pengorbanan yang tak ternilai. Pagi-pagi buta (sebelum subuh), engkau telah menyingsingkan lengan baju, pergi naik bis ke jawa tengah untuk mencari barang dagangan, gula merah, beras dan lain-lain. Kemudian engkau juga membuat kecap, minyak goreng dll. Itu semua kau lakukan “sendirian”, kami belum mampu untuk membantu. Aku mendengar cerita dari kakak-kakakku bahwa engkau pernah miskram gara-gara setiap malam, tengah malam, membuat adonan untuk kecap yang sangat berat! Ada lagi yang aku dengar tentang pembuatan minyak goreng, untuk memarut kelapa sekitar 100 biji itu engkau lakukan sendirian di tengah malam, baru ayah kau bangunkan setelah itu selesai. Ibu, betapa mulianya engkau ……
Aku tahu, itu kau lakukan bertahun-tahun dan akupun tahu bahwa itu tidak mudah dan sangat melelahkan walaupun sebenarnya, saat itu sewaktu aku masih anak-anak, aku merasakan bahwa itu biasa-biasa saja, wajar-wajar saja. Baru sekarang inilah aku menyadari, betapa engkau berkorban sedemikian rupa untuk kami ! Ibu, terima kasih……
Ibu,
Aku menulis ini sambil mengucurkan airmata mengingat begitu anggun, ikhlas dan mulianya engkau. Tak dapat aku membayangkan bagaimana jadinya aku, kami anak-anakmu, bila engkau tidak segesit itu ? Akankah kami jadi seperti ini ? Ya ALLAH, sayangilah ibuku sebagaimana ia menyayangi kami sampai kini. Muliakanlah dia ya ALLAH Ibu, Kamis 23-03-06 jam 12.20 siang adalah hari paripurnamu sebagai seorang ibu. Engkau telah kembali dipanggil oleh Rab untuk menghadap kepadaNYA. Seorang hamba yang dikasihiNYA telah dipanggil untuk menghadapNYA. Engkau tentu gembira menyambutnya karena sesuai janjiNYA bahwa barang siapa sewaktu hidup didunia yang dengan ikhlas berpasrah diri, menjalankan seluruh perintahNYA dan menjauhi perkara-perkara yang dilarangaNYA, insya ALLAH orang tersebut akan mendapat tempat yang baik disisiNYA. Ibu, engkau pasti tahu bahwa ALLAH tidak pernah ingkar akan janjiNYA. Itulah sebabnya engkau dengan tulus ikhlas, pasrah dan tawadlu senantiasa selalu mengharap ridha ALLAH. Kini engkau telah damai disisiNYA walaupun masih dalam alam barzah. Engkau telah terlepas dari kepalsuan dunia, kemunafikan dunia, kefana-an dunia dan lain-lain yang kadangkala menyakitkan melihatnya padahal engkau telah berupaya sekuat tenaga melalui majlis pengajian yang engkau pelopori untuk mengajak kembali manusia-manusia kejalan ALLAH…..
Biarlah ibu, upaya keras yang telah engkau jalankan pasrahkanlah kepada DIA yang telah menghidupkanmu dan memberi rizkimu dan pula memberi ilham untukmu… Ibu, Ada pepatah mengatakan, siapa yang menabur dia akan memanen, siapa yang menanam dia akan memetik hasil. Engkau telah membuktikannya ibu, banyak manusia di rumahmu yang menjadi saksi betapa engkau telah membuktikan bahwa engkau pantas untuk menjadi tauladan, baik untuk anak-anakmu maupun untuk lingkungan sekitar bahkan sampai keluar lingkungan. Ibu, aku melihat begitu menyemutnya manusia yang ingin melihatmu untuk terkahir kalinya. Penuh rumahmu, penuh halamanmu, penuh masjid dekat rumahmu untuk menshalatkanmu. Ya ALLAH, terimalah ibuku dengan sebaik-baik penerimaan, sayangilah dia seperti ia menyayangiku dan anak-anaknya yang lain, ampunkanlah segala dosanya, terima semua amal ibadahnya, tempatkanlah ia ditempat yang mulia, lapangkanlah kuburnya dan jadikanlah kuburnya taman syurgaMU. Ibu, Kini engkau telah berbahagia di sisiNYA. Kami senantiasa, anak-anakmu, akan selalu mendo’akanmu, mengingatmu, merindukanmu.. Engkau telah menanam bibit yang baik dan kini engkau telah memetiknya ibu……
Ibu,
Betapa besar peninggalanmu di dunia, dilingkunganmu, disekelilingmu. Betapa banyak manusia yang merasa kehilangan setelah kepergianmu. Itu sebagai bukti bahwa, engkau telah menanam bibit yang baik. Bahkan, oleh sebahagian orang disekelilingmu telah berujar bahwa, engkau adalah tauladan, engkau adalah contoh yang baik. Ibu, Mang Aceng tetanggamu berucap kepada salah seorang anakmu, betapa bahagianya ibumu nak, betapa luhurnya ibumu. Kami disini telah sepakat memproklamirkan bahwa ibumu akan kami jadikan contoh yang baik dalam kehidupan sehari-hari, dalam mendidik anak-anak dan dalam beribadah. Mungkin sesungguhnya mereka ingin mengatakan kepadamu ibu, ternyata contoh teladan untuk itu tak perlu jauh2 mencari, ada didepan mata ! Ibu, terus terang akui ingin mengatakan kepadamu, betapa bahagianya aku ditakdirkan olehNYA menjadi anakmu, menerima pendidikanmu, menerima kasih sayangmu dan tentu saja bimbinganmu. Aku bersyukur untuk itu. Ibu, Aura beningmu menyebar kemana-mana, sangat jauh. Jauh melampaui lingkunganmu. Aku yakin itu adalah hasil dari kedekatanmu kepadaNYA dengan ikhlas. Banyak orang bertanya, sesungguhnya yang dipanggil olehNYA itu siapa, apa sih selama hidupnya koq begitu dipanggil olehNYA sampai sedemikan dihormatnya oleh orang-orang ? Ibu, rumahmu penuh dengan lautan manusia, jenazahmu berebut orang ingin memandikanmu. Jalan depan rumahmu sempat macet panjang sekali. Rombongan yang hendak berta’ziah menyemut tak henti-hentinya. Kenapa bisa demikian ibu ? Itulah panen yang engkau petik dari hasil menanam yang telah kau lakukan. Ibu, Aku tahu, engkau memang telah ditakdirkan demikian olehNYA. Kasih sayangmu, perhatianmu terhadap siapapun, tutur katamu yang lembut, keikhlasanmu yang khas. Itu dirasakan oleh siapapun, bukan hanya oleh anak-anakmu ! Aku yakin, haqul yakin engkau termasuk orang yang HUSNUL KHATIMAH ! Syurga adalah balasanNYA…..
Ibu,
Aku tahu, engkau telah bahagia disisiNYA. Selamat jalan ibu. Selamat jalan ibuku yang sangat kucintai, kusayangi dengan segenap jiwa. Ingin aku jadi sepertimu, tapi aku tak yakin apakah aku bisa ? Ibu, maafkanlah aku, aku tak mampu membalas budimu……
Jakarta, 26 Maret 2006